JAKARTA, NTBNOW.CO– Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin meminta agar Revisi Undang-undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) segera diselesaikan, mengingat kebutuhan energi akan terus bertambah sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal itu disampaikan Mukhtarudin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Migas, Kementerian ESDM, Dirjen IKFT dan Kementerian Perindustrian di Gedung Nusantara I Parlemen Senayan Jakarta Selasa, 11 April 2022.
Apalagi kata saat ini, pemerintah telah menargetkan produksi migas pada 2030 sebesar 1 juta barel minyak bumi dan 12 miliar kaki kubik gas bumi per hari.
“Jadi saya kira Revisi Undang-undang Migas menjadi satu keharusan. Revisi UU Migas ini jadi perioritas ketimbang RUU lainnya,” tandas Mukhtarudin.
Mukhtarudin mengaku Indonesia memiliki gas yang berlimpah, lifting setiap tahun naik. Namun, sektor industri kesulitan untuk mendapatkan gas baik untuk energi (Bahan bakar) maupun bahan baku.
“Akibatnya kita susah mendapatkan gas ini kan sebuah ironi yang terjadi di Republik ini,” imbuhnya.
Politisi Golkar Dapil Kalimantan Tengah ini juga memberi catatan terkait regulasi yang mengatur kebijakan-kebijakan saat ini yang masih blom komprehensif dan belum menyentuh secara substantif.
“Kita melihat di internal pemerintah sinkronisasi dan koordinasi antar kementerian ini yang harus diperbaiki. Sehingga kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah itu tidak parsial. Dan gak nyambung antara kementerian satu dan lainnya,” beber Mukhtarudin.
Untuk itu, Mukhtarudin meminta pemerintah untuk menyusun peta jalan (road map) besar yang menghubungkan dan menyesuaikan (link and match) dunia industri dengan pasokan migas.
Dengan begitu, lanjut Mukhtarudin, sumber daya migas yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk menjadi sumber kekuatan yang bisa menggerakkan perekonomian dan memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Guna mewujudkan hal tersebut, Mukhtarudin mengatakan pemerintah bisa memulai dengan menyelesaikan Rancangan Pengaturan Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan Migas agar implementasinya dapat dipercepat.
“Tentang Rancangan Pengaturan Pemerintah atau RPP, saya kira ini prosesnya tolong nanti disampaikan ke kita seperti apa. Kalau memang itu jawaban yang bagus untuk memperbaiki situasi ini, percepatan RPP-nya harus segera dilakukan,” ujar Mukhtarudin.
Di sisi lain, Mukhtarudin juga menyinggung peran Kementerian Keuangan dalam kebijakan pemanfaatan migas.
Mukhtarudin berpendapat Menteri Keuangan Sri Mulyani cenderung tak melihat efek berganda (multiplier effect) dari kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) terhadap berkurangnya pendapatan negara. Memang dampaknya atau keuntungan dari kebijakqn ini tidak serta merta / instan, hilirisasi industri bukan hal yang dapat dirasakan dalam kurun waktu singkat.
“Memang tidak diterima hari ini, berkurang dulu pendapatan. Tetapi, dampaknya nanti kan ada. Itu juga harus dihitung, sehingga Kementerian Keuangan juga mempertimbangkan dan menghitung dari sisi pendapatan kalau hilirisasi berjalan optimal,” jelas Mukhtarudin. (red)