MEDIA digital tumbuh bagai jamur di musim hujan (Bau Nyale). Itu terjadi secara nasional juga di daerah daerah. Dewan Pers bahkan menyebut jumlahnya ribuan. Itu yang sudah tercatat, belum lagi yang belum tecatat.
Wadah profesinya pun tidak mau kalah. Tidak hanya ada sebelas organisasi yang merupakan konstituen dewan pers. Seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Serikat Perusahaan Pers (SPS).
Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan terakhir Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).
Belakangan muncul beragam nama organisasi profesi wartawan atau pemilik media online. Salah satunya Gabungan Jurnalis Investigasi (GJI) NTB yang walau sudah beridiri satu tahun, pengukuhan pengurusnya baru digelar Sabtu malam, 27 Januari di Same Hotel, Kota Mataram.
GJI merupakan asosiasi gabungan jurnalis beranggotakan sejumlah pimpinan media elektronik, televisi, media cetak dan media digital di Bumi Gora.
Komposisi GJI NTB yakni Harikasidi kontributor I NewsTV sebagai Ketua, Lalu Habib Fadli Pimpinan Redaksi Gerbang Indonesia sebagai Sekretaris dan Trisnawadi dari Global Lombok sebagai Bendahara. Pengukuhan itu ditandai dengan penyerahan bendera pataka oleh Pembina GJI NTB, Aminuddin, SH didampingi Konsultan Hukum GJI NTB, I Gusti Putu Ekadana, SH.
Nama organisasi ini ngeri ngeri sedap kata salah seorang anggota DPR. Gabungan Jurnalis Investigasi.
“Wartawan investigasi itu berbeda level dengan wartawan biasa. Tidak hanya mengupas dua sisi atau kausalitas. Sehingga berita yang dihasilkan tidak mendegrasai kepentingan, harkat dan martabat, ras, suku dan golongan yang dapat merusak media itu sendiri, ” kata Kepala Dinas Kominfotik NTB, Najamuddin Amy.
Najam juga mengingatkan membangun organisasi sama halnya dengan membangun citra dan profesi. Sehingga tantangan GJI NTB ke depan tidaklah ringan.
Lalu seperti kiprahnya ke depan?
Ketua GJI NTB, Harikasidi menyampaikan, sebelum dikukuhkan, organisasi ini sudah didirikan kurang lebih satu tahun lalu. Ia menekankan kehadiran GJI NTB bukan untuk bersaing dengan organisasi-organisasi pers yang lebih dahulu, melainkan memberikan warna baru bagi insan pers di NTB.
“Kita tidak kemana-mana tapi ada dimana-mana. Kita juga bersinergi dengan organisasi lainnya,” ungkap Harkas, sapaan akrabnya.
Di sisi lain, Harkas menyebut salah satu program kerja ke depan. Yaitu memperjuangkan kesejahteraan para wartawan. Termasuk para kontributor televisi nasional yang hingga saat ini kondisinya masih memprihatinkan. Padahal, dalam menjalankan profesi sebagai jurnalis, harus menghadapi sejumlah risiko, bahkan kerap mendapat intimidasi.
“Insya Allah usai kegiatan ini kami akan langsing bekerja terutama memproteksi jurnalis agar terjamin kesejahteraan jurnalis. Termasuk untuk BPJS Ketenagakerjaan dan lainnya,” ungkap Harkas dengan tegas.
Senada disampaikan Ketua SMSI NTB, HM Syukur. Ia mengatakan, media massa, khususnya perusahaan media online, jangan semata-mata bergantung dari dana pemerintah. Di era kemajuan teknologi, media massa harus lebih kreatif dan inovatif. Salah satunya dengan memanfaatkan aplikasi YouTube dalam pemberitaan.
Selain kesejahteraan, Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB itu juga menyinggung soal menjamurnya media online di NTB bahkan Indonesia pada umumnya. Sehingga dia meminta agar seluruh anggota GJI meningkatkan kompetensi. Salah satunya caranya mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
UKW itu ada tiga tingkatan. Muda, Madya dan tingkatan wartawan Utama. “Kebetulan saya sudah lulus sebagai penguji kompetensi wartawan. Semua anggota GJI akan diikutsertakan dalam UKW nantinya,” ungkapnya.
“GJI dan organisasi pers lainnya juga harus rajin mengadakan pelatihan kejurnalistikan. Karena sekarang banyak wartawan yang turun ke liputan tanpa dibekali pemahaman tentang jurnalis,” pesannya.