MATARAM (NTBNOW.CO) – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTB merespons cepat dugaan tindakan intimidasi dan penghalangan tugas jurnalistik yang menimpa tiga anggotanya. Sebagai bentuk advokasi, IJTI NTB menggelar pertemuan dengan Polda NTB untuk menyelesaikan masalah ini.
Pertemuan yang berlangsung santai tersebut dihadiri oleh Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat; Wadirreskrimum Polda NTB, Kombes Feri Jaya; dan Kabid Humas Polda NTB, Kombes M. Kholid. Dalam diskusi, kedua belah pihak sepakat untuk saling memaafkan dan memaklumi tugas serta profesi masing-masing, sehingga kebuntuan komunikasi dapat teratasi.
Kesepakatan Penting yang Dicapai:
1. Permohonan Maaf dari Polda NTB
Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada para jurnalis dan mengakui kesalahan anggotanya.
2. Komitmen Pembinaan Anggota
Polda NTB berjanji akan membina anggotanya agar tindakan penghalangan tugas jurnalistik tidak terjadi lagi di masa mendatang.
3. Dukungan Kebebasan Pers
Polda NTB sepakat memberikan ruang seluas-luasnya kepada media untuk melakukan peliputan sesuai kode etik jurnalistik, sebagai bagian dari penghormatan terhadap kebebasan pers yang dijamin undang-undang.
“Saya menyampaikan permohonan maaf kepada rekan-rekan media yang merasa tidak nyaman. Kami telah memberikan teguran dan berkomitmen untuk melakukan pembinaan,” ujar Kombes Pol Syarif Hidayat sambil berjabat tangan dengan perwakilan media.
Ketiga jurnalis yakni Herman Zuhdi, Rahmatul Kautsar dari TVOne, dan Sofiana Mufidah dari RTV, menerima permintaan maaf tersebut dan sepakat untuk tidak memperpanjang kasus ini. “Kami berharap aparat penegak hukum dapat menghormati hak-hak pers dan memastikan kejadian seperti ini tidak terulang lagi,” ujar Herman Zuhdi, yang juga menjabat Sekretaris IJTI NTB.
IJTI NTB Tegaskan Pentingnya Kebebasan Pers
Ketua IJTI NTB, Riadis Sulhi, menegaskan tugas jurnalistik adalah untuk memberikan informasi yang benar dan transparan kepada masyarakat. “Tidak boleh ada tindakan yang menghalangi tugas jurnalistik, terutama dalam peliputan kasus yang menjadi perhatian publik. Kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang harus dijaga,” tegasnya.
IJTI NTB juga mengingatkan bahwa tindakan intimidasi terhadap jurnalis melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 ayat 1 menyebutkan bahwa tindakan menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan pidana penjara maksimal dua tahun atau denda hingga Rp500 juta.
“Kami akan terus solid dalam mengawal kebebasan pers, agar tidak ada lagi intimidasi terhadap jurnalis saat bertugas di lapangan,” tutup Riadis Sulhi.
IJTI NTB berharap langkah ini menjadi awal terciptanya hubungan yang lebih profesional dan saling menghormati antara jurnalis dan aparat penegak hukum di masa depan. (red)