MATARAM (NTBNOW.CO) – Di tengah arus digitalisasi yang masif, tantangan media massa kian kompleks. Ukuran keberhasilan jurnalistik kini tak lagi semata ditentukan oleh kualitas konten, melainkan oleh angka—klik, tayangan, impresi, dan rating.
Fenomena ini mendapat sorotan tajam dari Abdus Syukur, Penguji Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dalam keterangannya kepada sejumlah media, Syukur mengungkapkan keprihatinannya terhadap tren media yang mulai terjebak pada logika algoritma. “Banyak media, terutama daring, lebih fokus mengejar klik ketimbang menjaga substansi. Judul berita dibuat sedemikian rupa agar menggoda, tapi kadang menyesatkan,” katanya.
Menurut Syukur, fenomena ini tak hanya terjadi di tingkat nasional, tetapi juga menjalar hingga ke media lokal di NTB. Ia menyebut, logika produksi cepat dan konsumsi massal telah mendominasi ruang redaksi. Padahal, lanjutnya, publik kini semakin cerdas dan kritis dalam menyaring informasi.
“Masyarakat bisa membedakan mana berita yang ditulis dengan niat baik, dan mana yang hanya mengejar pendapatan iklan. Klik dan rating tidak bisa membeli kepercayaan publik. Yang dibutuhkan adalah konsistensi dalam menjaga nilai-nilai jurnalistik,” tegasnya.
Syukur juga menyoroti makin maraknya hoaks dan disinformasi yang tersebar luas di ruang digital. Ia menilai, jika media ingin tetap relevan dan dipercaya, maka langkah solutif yang bisa diambil adalah membangun kolaborasi lintas redaksi.
“Kompetisi yang terlalu sempit justru melemahkan. Media seharusnya mulai berkolaborasi, baik dalam liputan isu publik, pelatihan jurnalis antarredaksi, maupun dalam aliansi cek fakta. Ini penting untuk membangun kualitas bersama,” ujarnya.
Menurut ketua SMSI NTB ini, media yang saling jaga, saling belajar, dan saling dorong akan lebih tahan menghadapi tekanan ekonomi, intervensi politik, dan krisis kepercayaan.
Lebih lanjut, Syukur mengajak seluruh media, khususnya di NTB, untuk keluar dari jebakan angka. “Klik memang bisa mendatangkan iklan, tapi tak bisa membeli loyalitas pembaca. Yang membuat media bertahan adalah integritas, konsistensi, dan keberpihakan pada kepentingan publik,” pungkasnya.
Syukur menegaskan juga di tengah krisis kepercayaan yang semakin nyata, kolaborasi bukan tanda kelemahan. Tetapi strategi cerdas membangun ekosistem jurnalisme yang sehat, kuat, dan berkelanjutan. (red)
Keterangan Foto:
Abdus Syukur (dok pribadi)