MATARAM (NTBNow.co)–Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Nusa Tenggara Barat bersama Forum Wartawan Ekonomi menggelar pelatihan jurnalistik bagi ratusan mahasiswa di Pulau Lombok. Kegiatan ini dalam rangka memberikan pemahaman tentang karya jurnalistik, kode etik jurnalis dan undang-undang pers.
Kegiatan ini dirangkai dengan literasi keuangan bekerjasama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB di gedung Handayani Dinas Dikbud NTB, Sabtu (26/2/2022).
Kegiatan ini dibuka langsung Gubernur NTB, Dr Zulkieflimansyah, dihadiri Kepala OJK NTB Rico Rinaldy, Ketua PWI NTB Nasrudin, Kepala Dinas Dikbud NTB, Dr.Aidy Furqon dan Kepala Dinas Kominfotik, DR Najamudin Amy.
Peserta mendapatkan materi tentang Jurnalisme Digital dan Kode Etik Jurnalistik.
Kepala LKBN Antara Biro NTB Riza Fachriza menjelaskan saat ini media dihadapkan pada era digital yang tidak bisa dibendung oleh siapapun. Media yang dulunya orientasi cetak dituntut bertransformasi ke digital.
“Media digital saat ini sangat banyak dan masif, itu sudah tidak bisa direm. Dengan banyaknya media, tantangan kita semua bagaimana melawan berita hoax. Kita bisa memanfaatkan teknologi digital yang kita miliki untuk melawan hoax. Semua orang saat ini berinteraksi dengan digital mulai dari bangun tidur,” jelas Riza.
Mahasiswa penting untuk memahami dasar jurnalistik dan dunia digital agar bisa memanfaatkan smartphone yang dimiliki untuk melawan berita hoax.
“Mahasiswa harus membaca berita dari media yang sudah jelas, karena di media ada tahapannya dari wartawan ke redaktur. Kemudian ada juga ahli bahasanya. Itu struktur standar media. Redaktur itu menilai layak atau tidak layak sebuah berita, kemudian dilihat secara bahasanya. Kita menggunakan KBBI. Itu yang kita gunakan untuk memuat berita,” jelas Riza.
Riza menjelaskan ada dua bentuk karya jurnalistik. Pertama straight news yang merupakan berita langsung, kemudian ada indept news atau berita investigasi yang mengungkap masalah sampai dalam.
“Kalau stright news harus langsung naik sesuai dengan hari peristiwa tersebut terjadi. Indept news membutuhkan waktu untuk mengumpulkan data, bisa sampai satu bulan,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua PWI NTB Nasrudin menjelaskan wartawan harus menjunjung kode etik jurnalistik dalam bekerja agar tidak melanggar dan mampu menjaga indepensi.
“Kode etik jurnalistik ibaratnya kitab suci wartawan, itu menjadi pedoman moral, pedoman bekerja wartawan. Salah satu pasalnya wartawan harus bersikap independen, profesional dan beritikad baik. Kalau kita linearkan dengan agama itu bergantung dengan niat. Wartawan membuat berita bergantung ke niatnya. Kalau niatnya buruk maka hasilnya akan buruk,” jelas Nasrudin.
Menurut Nasrudin, jika wartawan tidak mampu menerapkan kode etik jurnalistik dalam bekerja akan mendapatkan sanksi sosial berupa turunnya kepercayaan publik terhadap kerja jurnalistik dan media tempat wartawan bernaung.
“Memang kode etik tidak ada sanksi pidana tetapi ada sanksi sosial berupa tidak percayanya publik terhadap media dan itu sangat berat,” kata Nasruddin.
Sementara itu Supriyanto Hafid membagikan pengalamannya sebagai jurnalis di NTB. Khafid menceritakan kerja jurnalis penuh tantangan dan penuh resiko.
“Saya mulai mengenal jurnalistik tahun 1984, saat itu saya sudah PNS, 8 tahun sebagai pegawai negeri dan punya jabatan. Waktu itu saya bekerja sebagai wartawan majalah Tempo, Tempo belum punya koran dan online.” ceritanya.
Suprianto juga menceritakan tentang nasibnya yang pernah diungsikan ke Surabaya selama 7 bulan oleh medianya karena mendapat protes keras dari masyarakat Lombok tentang karya jurnalistiknya. Saat itu, tempo menulis tentang “Mencuri Adalah Warisan Adat Sasak” yang memicu reaksi masyarakat.
“Itu yang membuat fatal, yang membuat ketersinggungan warga Lombok. Leadnya memang menjual sekali. 7 bulan saya mengungsi di Surabaya jauh dari keluarga. Tetapi bagusnya Tempo memfasilitasi keluarga mengunjungi saya ke Surabaya,” cerita Supriyanto di depan peserta. (red)