Pemprov NTB Luncurkan Program Desa Berdaya, Strategi Utama Tuntaskan Kemiskinan Ekstrem

LOMBOK BARAT (NTBNOW.CO) – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) resmi meluncurkan Program Desa Berdaya sebagai strategi utama pengentasan kemiskinan ekstrem, penguatan ketahanan pangan, dan pengembangan pariwisata berkelas dunia. Peluncuran digelar di Desa Kebon Ayu, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, Selasa (16/12).

Peluncuran Program Desa Berdaya dilakukan langsung oleh Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal dan dihadiri para bupati/wali kota se-NTB, perwakilan kepala desa, pendamping Desa Berdaya, tokoh masyarakat, serta pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal menjelaskan, Desa Berdaya dirancang dalam 20 tema pengembangan, antara lain desa mandiri pangan untuk memperkuat ketahanan pangan, desa wisata maju guna mendukung pariwisata berkelas dunia, desa inklusi, desa ekspor, desa sehat bebas stunting, desa hijau bebas sampah, hingga desa belajar.

“Program Desa Berdaya merupakan inisiatif strategis untuk menjadikan desa tidak hanya sebagai objek pembangunan, tetapi sebagai subjek sekaligus motor penggerak ekonomi daerah,” ujar Iqbal.

Ia mencontohkan kebijakan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat yang mengalokasikan anggaran hingga Rp1 miliar per desa, sebagai dasar lahirnya gerakan Desa Berdaya.

“Desa Berdaya bukan sekadar program, melainkan sebuah gerakan bersama. Milik pusat, provinsi, kabupaten, desa, swasta, NGO, hingga masyarakat,” tegasnya.

Gubernur Iqbal juga memaparkan capaian penurunan angka kemiskinan di NTB selama 10 bulan terakhir. Berdasarkan data terbaru, tingkat kemiskinan NTB turun dari 11,91 persen menjadi 11,78 persen sejak kuartal II 2025. Penurunan tersebut terutama terjadi di wilayah pedesaan seiring masifnya pembangunan berbasis desa.

“Alhamdulillah, kemiskinan sudah mulai turun. Dari 11,91 persen menjadi 11,78 persen,” jelasnya.

Namun demikian, ia menyoroti fenomena baru, yakni penurunan kemiskinan desa yang tidak diikuti wilayah perkotaan. “Kemiskinan pedesaan turun, tetapi kemiskinan perkotaan justru naik. Ini perlu menjadi perhatian bersama,” tambahnya.

Menurut Iqbal, penurunan kemiskinan di desa tidak lepas dari kebijakan berbasis desa, termasuk penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) komoditas pangan yang dinilai tertinggi sepanjang sejarah. Harga beras ditetapkan Rp6.500 per kilogram dan jagung Rp5.500 per kilogram, sehingga berdampak langsung pada peningkatan pendapatan petani.

Selain itu, program optimalisasi lahan pertanian di NTB telah menjangkau lebih dari 10.700 hektare, memungkinkan petani meningkatkan frekuensi panen dari satu kali menjadi dua hingga tiga kali per tahun. Distribusi pupuk subsidi yang lebih baik juga menekan biaya produksi.

“Biaya produksi turun, harga jual naik. Nilai tukar petani meningkat dari 123 menjadi 128,” ungkapnya.

Saat ini, NTB masih memiliki 106 desa dengan status kemiskinan ekstrem. Pemprov NTB menargetkan penanganan 40 desa per tahun mulai 2026, sehingga kemiskinan ekstrem dapat dituntaskan sebelum 2029.

“Target kami, kemiskinan ekstrem yang sekitar dua persen ini bisa dihapuskan pada 2029,” kata Iqbal.

Sementara itu, Bupati Lombok Barat Lalu Ahmad Zaini menyampaikan bahwa Program Desa Berdaya sejalan dengan program Sejahtera dari Desa yang dijalankan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Keselarasan program ini dinilai memudahkan intervensi kebijakan, terutama dalam menuntaskan kemiskinan ekstrem.

“Saat ini kami sedang melakukan sensus data kemiskinan. Kunci keberhasilan program adalah sinergi. Program desa ini membangun desa, dari desa, untuk kesejahteraan masyarakat desa,” ujarnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa, dan Dukcapil (DPMPD Dukcapil) NTB sekaligus Mitra Program Desa Berdaya, Lalu Hamdi, menambahkan bahwa peluncuran program melibatkan 144 pendamping Desa Berdaya yang telah mengikuti pelatihan di desa sasaran.

Pendamping bertugas melakukan verifikasi dan validasi (verivali) data kemiskinan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui basis DTSEN serta kelompok Desil 1 dan Desil 2, dengan pendekatan by name by address agar intervensi tepat sasaran.

“Pendamping akan memastikan siapa orangnya, di mana rumahnya, dan intervensi pemberdayaan apa yang paling sesuai,” jelas Hamdi.

Selain itu, pendamping juga akan memetakan potensi ekonomi desa, mulai dari sektor pertanian, peternakan, kerajinan, hingga usaha kreatif lokal, serta membantu penyusunan rencana usaha yang berkelanjutan bagi keluarga sasaran. (can)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *