Kebiasaan Penggunaan Kental Manis Sebagai Susu Anak Jadi Penyebab Stunting Sulit Turun

PALEMBANG-– Kunjungan yang Pengurus Pusat (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) di Kecamatan Sukarami, Kota Palembang, mengungkap fakta yang mengkhawatirkan.

Dari lima anak yang terindikasi stunting, tiga di antaranya ternyata mengonsumsi kental manis sebagai susu dengan frekuensi 2-3 sachet per hari.

Kunjungan ini merupakan bagian dari program kolaborasi antara YAICI dan PP Muslimat NU yang bertujuan menggali informasi mengenai kebiasaan konsumsi keluarga yang memiliki anak terindikasi stunting atau gizi buruk.

Dalam program ini, dilakukan pula edukasi langsung kepada orang tua mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi yang tepat bagi anak-anak mereka.

Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, menegaskan bahwa temuan ini diharapkan dapat menjadi masukan berharga bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk memperkuat upaya penanganan stunting di masyarakat.

“Kami menemukan bahwa masih ada kebiasaan di kalangan orang tua yang memberikan kental manis sebagai susu untuk anak-anak mereka, yang dapat berdampak buruk pada perkembangan anak. Kebiasaan ini sering kali berkaitan dengan pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga,” ungkap Arif Hidayat pada Sabtu, 31 Agustus 2024.

Kebiasaan pemberian kental manis sebagai susu ini, menurut Arif, sering terjadi karena anak-anak meniru kebiasaan anggota keluarga lainnya yang lebih dulu mengonsumsi kental manis. “Ada anak yang baru berusia 2 tahun sudah diberi kental manis sebagai susu karena kakaknya juga minum kental manis. Biasanya, satu pouch kental manis habis dalam 3-4 hari. Bahkan, ada yang mencampur susu formula dengan kental manis demi alasan ekonomi,” jelasnya.

Di sisi lain, PP Muslimat NU bersama YAICI juga diterima oleh jajaran Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Kabid Kesmas Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel, Dedi Irawan, mengakui bahwa kebiasaan masyarakat yang mengonsumsi kental manis sebagai susu menjadi salah satu faktor penyebab sulitnya menurunkan prevalensi stunting.

“Masyarakat belum sepenuhnya menyadari bahwa kental manis bukanlah susu yang baik untuk dikonsumsi anak-anak. Bahkan, kami menemukan kasus di mana anak di bawah enam bulan sudah diberi kental manis, yang setelah dicek ternyata sudah mengalami stunting,” ujar Dedi Irawan.

Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, Erna Yulia Sofihara, menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti temuan ini dengan pendampingan keluarga melalui program Ibu Asuh Stunting. “Kami akan mendampingi keluarga-keluarga ini dengan kader yang akan memantau, mengedukasi, dan memastikan bahwa mereka menerapkan pemberian gizi yang cukup untuk anak-anak mereka. Selain itu, keluarga juga akan menerima bantuan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka,” jelas Erna. (rls)

Keterangan foto:

PP Muslimat Nahdlatul Ulama (PPMNU) bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) kunjungi keluarga dengan anak terindikasi stunting di Kecamatan Sukarami, Kota Palembang. (ist)