MATARAM–Ketua Komisi Disabilitas Derah (KDD) Joko Jumadi mengatakan proses hukum kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan seorang penyandang disabilitas inisal WA terhadap mahasiswi terus berjalan.
“Proses hukum tetap berjalan. Nanti akan diuji di pengadilan,” katanya saat di hubungi ntbnow.co, Kamis 28/11.
Namun dia enggan berkomentar terlalu banyak terkait kasus tesebut. Hanya menegaskan hak terhadap korban dan WA sebagai tersangka tetap terpenuhi.
“Saya tetap memastikan hak hak mereka (korban dan pelaku, Red) terpenuhi dan terlindungi. Saya juga tidak mau terlalu banyak berkomentar,” imbuhnya
Sementara itu, Direktur kriminal umum (dirkrimum) Kombes Pol Syarif Hidayat menegaskan, penetapan tersangka kepada WA sudah sesuai dengan proses hukum dan aturan segala prosedur.
“Kami melaksanakan proses sesuai dengan aturan dan prosedur. Termasuk kita mintakan ahli psikologi baik korban maupun terduga pelaku termasuk pendapat dari KDD provinsi NTB,” jelasnya.
Menurut Syarif, proses hukum ini bukan mencari- cari siapa yang salah. Tetapi semua pembuktian berdasarkan fakta hukum yang didapat penyidik setelah meminta keterangan saksi dan ahli hingga terlapor.
“Terhadap kasus ini, awalnya kami juga tidak menyangka tetapi korbannya bukan hanya satu. Tetapi ada dua korban lagi yang sudah diambil keterangannya,” imbuhnya.
Sebelumnya, Subdit IV Ditreskrimum Polda NTB menetapkan WA sebagai tersngaka atas kasus dugaan pelecehan seksual seorang wanita di Mataram yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual.
Penetapan tersangka WA menerapkan sangkaan pidana sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Jadi dalam pasal Undang-undang TPKS, Pasal 6 memang tidak serta merta hanya menuntut unsur paksaan, kekerasan. Tetapi, beberapa pasal itu juga mengarah berkaitan mencantumkan adanya unsur tindakan yang menyebabkan seorang tergerak untuk melakukan,” kata Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reserse Kriminal Umum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati.
Tersangka WA menggunakan modus melampaui fikiran korban dengan komunikasi verbal yang mampu memengaruhi faktor fisik, faktor mental, dan faktor sikap.
“Itulah fakta yang kita dapatkan, juga dikuatkan dengan alat bukti yang lain. Seperti keterangan saksi dan alat bukti, baik keterangan saksi dan psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). Itu yang menyebabkan kita meningkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka,” jelas AKBP Pujawati.
Dia mengaku, kasus pelecehan seksual ini sebelummya pernah viral di sosial media di taman Udayana, Kota Mataram. Namun Pujawati menegaskan TKP Kasus pelecehan seksual tersebut bukan di lokasi itu.
“Bukan di Udayana, tapi korban digerakkan untuk menuju suatu lokasi di salah satu penginapan jadi satu rangkaian,” imbuhnya. (can)
Keterangan Foto:
Ketua Komisi Disabilitas Derah (KDD) Joko Jumadi. (Foto: istimewa)