MATARAM (NTBNOW.CO) –Mantan kepala dinas (Kadis) Pendidikandan dan Kebudayaan (Dikbud) Nusa Tenggara Barat (NTB) Aidy Forqon kembali diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Pemeriksaan itu berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan Chromebook tahun 2021-2023.
Kepala Saksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB Efrin Saputra, membenarkan pemeriksaan pejabat oleh Kejagung RI tersebut.
“Iya, hari ini satu orang yang memberikan keterangan ke penyidik Kejagung terkait pengadaan Chromebook tahun 2021-2023,” katanya, Kamis 23/10.
Dia menyebutkan, Kejati NTB hanya memfasilitasi ruangan dan tempat untuk pemeriksaan “Untuk info lengkapnya bisa ditanyakan langsung ke Kejagung, Karena yang tangani kasus chromebook mereka,” sebut Efrien.
Aidy Forqon saat keluar dari ruangan Pidsus Kejati NTB mengaku hanya memenuhi panggilan Penyidik untuk melengkapi pemeriksaan pada bulan delapan lalu oleh Kejagung.
“Iya saya penuhi panggilan Penyidik terkait masalah pusat (Chromebook) untuk melengkapi pemeriksaan yang beberapa bulan yang lalu,” katanya membeberkan saat keluar dari rumah Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTB.
Pria yang saat ini menjabat sebagai Kadis Ketahanan Pangan NTB ini enggan banyak berkomentar dan mengaku tidak tahu menahu prihal dinamika chromebook di NTB ini. “Saya penuhi panggilan saja ya,” tegasnya.
Untuk diketahui, Kejagung RI sudah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kasus ini terkait dengan pengadaan laptop berbasis Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan pada tahun 2020-2023.
Lima orang tersangka yakni, Sri Wahyunningsih Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Mulyatsyah Direktur SMP Kemendikbudristek tahun 2020, Jurist Tan Stafsus Kemendikbudristek bidang Pemerintahan dan Mendikbudristek Nadiem Makarim, dan Ibrahim Arief Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek.
Kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 1,9 triliun. Tersangka dijerat dengan pasal 2 dan pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (can)