MATARAM–Sidang perdana kasus pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi digelar di Pengadilan Negara (PN) Mataram. Dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap peran dua terdakwa dalam kasus tersebut.
Dua terdakwa yakni Ipda I Gede Aris Candra Widianto dan Kompol I Made Yogi Purusa Utama.
Dalam pembacaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh JPU memberikan gambaran peran kedua terdakwa dalam aksi pembunuhan Brigadir Nurhadi yang terjadi pada 16 April 2025 di Villa Tekeq, Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat.
“Terdakwa Aris mendorong dan memukuli pada bagian wajah korban menggunakan tangan kiri terkepal yang salah satu jari menggunakan cincin dengan hantaman sangat keras sebanyak empat kali sehingga meninggalkan bekas luka dibagian wajah korban,” kata JPU Kejati NTB Ahmad Budi Muklish saat membacakan dakwaan, Senin 27/10.
Dia menjelaskan, pemukulan dilakukan terdakwa Aris lantaran Korban Nurhadi dianggap tidak sopan saat berbicara dengan rekan kerjanya melalui panggilan video call.
“Usai video call Aris menghampiri korban di pinggir kolam lalu menegur sambil mendorong, memukuli korban dan meninggalkan korban sambil minta Nurhadi kembali ke penginapannya,” jelasnya.
Dari hasil pemeriksaan dan outopsi jenazah ditemukan luka dahi lecet di bagian kiri, benjolan pada bagian alis kanan, luka lecet bagian pipi kiri, luka lecet bagian pipi kanan, dan bekas memar pada leher korban di duga akibat adanya penekanan pada wajah korban.
Untuk terdakwa Kompol Yogi, pada pukul 21.00 wita Terdakwa Yogi terbangun dan melihat korban masih berada dalam kolam renang bersama teman kencannya bernama Misri Puspita Sari yang di pesan khusus dari Jambi dengan budget Rp 10 juta.
Terdakwa Yogi masih dalam pengaruh minuman keras, obat penenang dan pil ekstasi merasa curiga, marah, dan kesal terhadap korban sebagai bawahan sehingga terdakwa lansung menghampiri dan memiting (mengapit atau menjepit dengan kaki atau lengan) korban dengan menggunakan tangan kanan berada di pangkal leher atas korban.
Sedangkan tangan kiri terdakwa menggenggam tangan kanan sambil menariknya kearah belakang, sedangkan posisi badan terdakwa menindih diatas punggung korban dan kaki kanan mengunci dan memasukkan dalam pangkal paha kanan korban, sehingga posisi korban terkunci dan sulit melepaskan teknik kuncian tersebut.
Diketahui terdakwa Yogi ini seorang perwira kepolisian yang dibekali dan memiliki keahlian dasar seni bela diri.
“Terhadap pitingan tersebut, korban mengalami luka lecet pada lutut, punggung, lecet kaki kanan, patah tulang lidah, patah leher,” ucap Budi.
Setelah dirasa korban lemas dan hilang kesadaran, terdakwa Yogi mendorong korban kedalam kolam renang villa dan kembali duduk di kursi pinggir kolam sambil mengeluarkan sebatang rokok.
Namun melihat tidak ada pergerakan Korban, Terdakwa Yogi melompat kedalam dasar kolam untuk memberikan pertolongan dengan cara mengangkat tubuh korban dan membaringkan ke pinggir kolam.
“Terdakwa sempat memberikan pertolongan pernapasan, memompa dada korban untuk mengembalikan fungsi pernapasan namun tidak berhasil, dan meminta pertolongan kepada tim medis terdekat,” jelasnya.
Pada pukul 22.30 wita, korban dinyatakan meninggal dunia dan tidak ditemukan kekakuan pada jenazah oleh tim medis salah satu klinik di kawasan Gili Trawangan.
” Tim medis tidak ada dokumentasi (Identitas, foto, dan lainnya) sesuai dengan SOP, lantaran larang oleh terdakwa Aris,” tuturnya.
Atas perbuatannya, dua terdakwa Ipda Aris dan Kompol Yogi terancam dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, atau secara alternatif Pasal 354 ayat (2) tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian, serta Pasal 221 ayat (1) KUHP tentang upaya menghalangi proses penyidikan
Dalam upaya pembelaan Kliennya, Penasehat hukum kedua terdakwa yakni Hijrat Prayitno dan I Gusti Lanang Bratasutha mengajukan eksepsi. Dan Majlis hakim mengabulkan eksepsi dan akan dijadwalkan pada Senin 3 November 2025 pekan depan. (can)












