Hukum  

Kasus Gratifikasi Uang Siluman, IJU dan HK Ajukan Praperadilan 

PENAHANAN: Dua tersangka Gratifikasi uang siluman DPRD NTB, IJU (atas) dan HK (bawah). (Foto: susan/ntbnow.co)

MATARAM (NTBNOW.CO)–Dua tersangka kasus dugaan gratifikasi uang siluman di DPRD NTB, Indra Jaya Usman (IJU) dan Hamdan Kasim (HK) mengajukan praperadilan terhadap penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.

Dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Mataram, nama Indra Jaya Usman masuk sebagai pemohon praperadilan. Dia menyoal sah tidaknya penetapan tersangka dirinya.

Perkara dengan Nomor 20/Pid.Pra/2025/PN Mtr dan 21/Pid.Pra/2025/PN Mtr terdaftar pada Rabu, 26 November 2025 dengan termohon Kepala Kejati NTB.

Penasehat Hukum tersangka IJU, Irpan Suriadiata saat dikonfirmasi mengaku dirinya tidak turut serta dalam permohonan Praperadilan tersebut.

“Iya betul mengajukan PP,  Cuma bukan saya penasehat hukum untuk PPnya,” tuturnya.

Dia mengungkapkan, untuk pendampingan PP terhadap IJU diambil alih oleh partai. “Untuk PP pengacara dari partai Demokrat, saya hanya mendampingi di pokok perkara saja,” akunya.

Penasehat hukum HK, M Ihwan mengatakan akan mengecek terlebih dahulu permohonan tersebut”Saya cek dulu ya,” ucapnya.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Wahyudi mengungkapkan, mengajukan Praperadilan adalah adalah setiap orang. ” Itu hak dia, jadi gak apa-apa. Tidak (menghalangi proses hukum), jalan terus,” tegasnya.

Sementara itu, Juru bicara PN Mataram Moh Sandi Iramaya membenarkan adanya permohonan Praperadilan atas nama Indra Jaya Usman dan Hamdan Kasim.

“Iya betul, Sesuai dengan yang terdaftar di SIPP PN Mataram,” imbuhnya.

Untuk diketahui, Dalam kasus ini, Kejati NTB telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni M. Nashib Ikroman (MNI) dari Komisi III, Indra Jaya Usman (IJU) dari Komisi V, dan Hamdan Kasim dari Komisi IV. Sejumlah anggota DPRD NTB disebut telah mengembalikan uang gratifikasi lebih dari Rp 2 miliar kepada Kejati NTB. Pengembalian dana itu menjadi salah satu alat bukti yang memperkuat peningkatan status kasus ke tahap penyidikan.

Kasus ini bermula dari laporan adanya pembagian fee Pokir. Setiap anggota DPRD disebut menerima Pokir senilai Rp 2 miliar, namun bukan dalam bentuk program, melainkan fee sebesar 15 persen atau sekitar Rp 300 juta. Dugaan praktik ini kemudian ditindaklanjuti melalui Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejati NTB Nomor PRINT-09/N.2/Fd.1/07/2025 tertanggal 10 Juli 2025. Sejumlah anggota dewan, mulai dari pimpinan hingga anggota, serta beberapa pejabat eksekutif Pemprov NTB telah dimintai keterangan dalam proses tersebut. (can)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *