Hukum  

Anggota DPRD NTB Penerima Gratifikasi Berpotensi Jadi Tersangka

Jumpa Pers: Aspidsus Kejati NTB Zulkifli Said (tengah) didampingi Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTB Efrin Saputra (kiri) dan Kasi Penyidikan Bidang Pidana Khusus Kejati NTB, Hendarsyah YP (kanan). (Foto: susan/ntbnow.co)

MATARAM (NTBNOW.CO)–Anggota DPRD NTB yang diduga menerima uang gratifikasi berpotensi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.

Dalam jumpa pers, Aspidsus Kejati NTB Zulkifli Said, didampingi Kasi Penkum Kejati NTB Efrin Saputra dan Kasi Penyidikan Bidang Pidsus Hendarsyah YP, menegaskan bahwa pihaknya menangani perkara ini secara profesional dan progresif. “Kita tunggu saja perkembangan penyidikan,” ujarnya, Senin (24/11).

Zulkifli menyampaikan bahwa pengembangan penyidikan memungkinkan diterapkannya Pasal 12B dan 12C UU Tipikor No. 20 Tahun 2001, yakni pasal yang mengatur sanksi pidana bagi penerima gratifikasi. “Perkembangannya nanti kita lihat. Pasal itu masih bisa digunakan,” tegasnya.

Sementara itu, penasehat hukum tersangka Indra Jaya Usman (IJU), Irpan Suriadiata, menilai penyidikan belum menempatkan penerima gratifikasi sebagai aktor utama sebagaimana diatur Pasal 12 UU Tipikor. Ia menegaskan bahwa gratifikasi merupakan delik tunggal, di mana penerima adalah pelaku utama. Jika pihak penerima tidak disentuh, menurutnya, penyidikan akan rapuh secara hukum. “Pasal 12 menyebut penerima gratifikasi adalah pelaku utama,” katanya.

Irpan juga menyoroti Pasal 12C ayat (1) yang menyebut bahwa apabila penerima melaporkan atau mengembalikan uang gratifikasi dalam 30 hari, maka perkara otomatis gugur. Karena itu, penyidik harus memastikan apakah para penerima telah melapor atau mengembalikan dana dalam tenggat waktu tersebut. “Jika iya, hentikan perkara,” ujarnya.

Terkait penerapan Pasal 5 ayat 1 huruf b kepada tersangka IJU sebagai pemberi, Irpan menegaskan bahwa pasal ini bersifat bilateral sehingga pemberi dan penerima wajib diperlakukan sama. Tanpa adanya penerima yang bisa dipidana, maka perkara gratifikasi tidak dapat berdiri. “Intinya tanpa penerima yang dapat dipidana, perkara hilang dengan sendirinya,” tegasnya.

Dalam kasus ini, Kejati NTB telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni M. Nashib Ikroman (MNI) dari Komisi III, Indra Jaya Usman (IJU) dari Komisi V, dan Hamdan Kasim dari Komisi IV. Sejumlah anggota DPRD NTB disebut telah mengembalikan uang gratifikasi lebih dari Rp 2 miliar kepada Kejati NTB. Pengembalian dana itu menjadi salah satu alat bukti yang memperkuat peningkatan status kasus ke tahap penyidikan.

Kasus ini bermula dari laporan adanya pembagian fee Pokir. Setiap anggota DPRD disebut menerima Pokir senilai Rp 2 miliar, namun bukan dalam bentuk program, melainkan fee sebesar 15 persen atau sekitar Rp 300 juta. Dugaan praktik ini kemudian ditindaklanjuti melalui Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejati NTB Nomor PRINT-09/N.2/Fd.1/07/2025 tertanggal 10 Juli 2025. Sejumlah anggota dewan, mulai dari pimpinan hingga anggota, serta beberapa pejabat eksekutif Pemprov NTB telah dimintai keterangan dalam proses tersebut. (can)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *