Hukum  

Mapia Tanah di Mataram: AHY Ditetapkan Sebagai Tersangka

MATARAM (NTBNOW.CO)–Unit Harta Benda (Harda) Satreskrim Polresta Mataram menetapkan AHY (44), warga Kecamatan Narmada, Lombok Barat (Lobar), sebagai tersangka kasus penipuan penggelapan tanah.

Penetapan ini dilakukan setelah AHY menipu korbannya yang membeli lahan kapling di Kelurahan Jempong Baru, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

“Kami telah menahan AHY di Polresta Mataram,” ujar Kanit Harda Satreskrim Polresta Mataram, Iptu Kadek Angga Numbara, pada 23 Juli 2024.

Menurut Iptu Kadek Angga, modus yang digunakan AHY adalah menawarkan tanah kapling di Jempong dengan harga jual beli yang telah disepakati. AHY kemudian meminta korban, BM, untuk menyerahkan uang terlebih dahulu guna pemecahan sertifikat tanah tersebut.

“Kerugian korban mencapai Rp 75 juta,” jelas Iptu Kadek Angga.

Kasus ini sebenarnya sudah berlangsung sejak 2018. Karena pemecahan sertifikat tidak kunjung terjadi, korban melaporkan kejadian ini ke Satreskrim Polresta Mataram pada 2 Juli 2024.

Setelah serangkaian penyidikan, AHY ditetapkan sebagai tersangka dan berkas perkara telah dikirim ke Kejari Mataram untuk dipelajari lebih lanjut.

Selain korban BM, terdapat korban lain yang melaporkan hal serupa. Korban tersebut telah membayar Rp 105 juta untuk pembelian lahan satu are di wilayah Jempong, Sekarbela.

“Sejauh ini, baru satu korban lain yang melaporkan, namun tidak menutup kemungkinan ada korban lain,” tambah Iptu Kadek Angga.

Penyelidikan menunjukkan bahwa AHY menggunakan surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) untuk menipu korbannya. AHY diduga menyepakati jual beli tanah seluas satu hektare dengan pemilik tanah asli dan memberikan uang muka sebagai tanda jadi. Namun, pembayaran penuh belum dilakukan sehingga pemecahan sertifikat belum bisa dilakukan. Dengan bermodalkan PPJB, AHY mengklaim lahan tersebut sebagai miliknya, sehingga para pembeli lahan kapling mempercayainya.

AHY dijerat dengan Pasal 378 atau Pasal 372 KUHP tentang penipuan atau penggelapan, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara. (can)