MATARAM (NTBNOW.CO) – Kasus dugaan korupsi dana desa Banyu Urip tahun anggaran 2019 yang melibatkan Sekretaris Desa (HT) dan Bendahara Desa (HR) memasuki tahap dua.
Penyidik Polres Lombok Barat resmi menyerahkan kedua tersangka beserta barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Mataram, Selasa (11/2/2025) sekitar pukul 10.00 WITA.
Kedua tersangka merupakan hasil pengembangan kasus mantan Kepala Desa Banyu Urip, Jumayadi, yang telah divonis bersalah pada 2023 oleh Pengadilan Tipikor Mataram. Jumayadi dijatuhi hukuman lima tahun penjara, denda Rp 200 juta subsidair dua bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp346 juta subsidair satu tahun kurungan.
Kerugian Negara Capai Rp 611 Juta
Sekdes dan Bendahara Desa Banyu Urip didakwa terlibat dalam penyalahgunaan Anggaran Dana Desa tahun 2019 bersama mantan kepala desa. Akibat tindakan mereka, negara mengalami kerugian sebesar Rp 611.434.768 (enam ratus sebelas juta empat ratus tiga puluh empat ribu tujuh ratus enam puluh delapan rupiah).
Selama proses penyidikan, kedua tersangka tidak ditahan. Namun, setelah memasuki tahap dua, JPU menahan mereka selama 20 hari di Lapas Kuripan, Lombok Barat.
Ancaman Hukuman 20 Tahun Penjara
HT dan HR dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 KUHP. Mereka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Mataram, M. Harun Al Rasyid, menyatakan bahwa penahanan dilakukan berdasarkan pertimbangan objektif dan subjektif.
“JPU akan segera menyusun surat dakwaan dan melengkapi administrasi untuk pelimpahan perkara ke Pengadilan Negeri Mataram,” ujarnya.
Ia menegaskan, kasus ini akan segera disidangkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan para tersangka. (sf)