MATARAM (NTBNOW.CO) — Istri tersangka Indra Jaya Usman (IJU), Hj. Nurhidyah, menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui apa pun terkait kasus dugaan gratifikasi atau “uang siluman” di lingkungan DPRD NTB yang menyeret nama suaminya.
Hal tersebut disampaikan oleh penasihat hukumnya, Abdul Majid, usai pemeriksaan kliennya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Selasa (2/12).
“Tidak ada sangkut pautnya. Tidak ada keterkaitannya Hj. Nurhidyah dengan kasus yang sedang ditangani Kejati NTB,” tegas Majid.
Menurutnya, pemeriksaan yang dilakukan hari ini hanya untuk memperkuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebelumnya yang telah dilakukan pada 28 Oktober 2025 lalu.
“Hari ini hanya tambahan keterangan. Yang ditanyakan hanya soal apakah beliau mengenal tersangka HK dan MNI. Selain itu tidak ada pertanyaan lain,” jelasnya.
Majid juga membantah keras anggapan bahwa kliennya merupakan sumber dana dari kasus gratifikasi tersebut. Ia menegaskan bahwa segala tindakan yang dilakukan IJU terkait jabatannya sebagai anggota DPR adalah keputusan pribadi.
“Tidak benar jika disebut dana itu berasal dari klien kami. Apa pun yang dilakukan Pak IJU adalah kapasitas pribadi sebagai anggota DPR. Beliau (Hj. Nurhidyah) tidak pernah ikut campur,” ujarnya.
Terkait isi BAP sebelumnya yang menyebut Hj. Nurhidyah mengetahui aliran dana tersebut, Majid kembali menegaskan bahwa kliennya tidak tahu sama sekali.
“Ibu Dayah dengan tegas mengatakan bahwa beliau tidak tahu,” tambahnya.
Perkembangan Kasus Uang Siluman DPRD NTB
Dalam kasus ini, Kejati NTB telah menetapkan tiga tersangka, yaitu:
M. Nashib Ikroman (MNI) – Komisi III
Indra Jaya Usman (IJU) – Komisi V
Hamdan Kasim – Komisi IV
Sejumlah anggota DPRD NTB diketahui telah mengembalikan uang gratifikasi lebih dari Rp 2 miliar ke Kejati NTB. Pengembalian dana tersebut menjadi salah satu alat bukti yang memperkuat peningkatan status kasus ke tahap penyidikan.
Para tersangka dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini bermula dari laporan pembagian fee Pokir. Setiap anggota DPRD disebut menerima Pokir senilai Rp 2 miliar, bukan berupa program, melainkan fee sekitar 15 persen atau setara Rp 300 juta. Dugaan praktik tersebut didalami melalui Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejati NTB Nomor PRINT-09/N.2/Fd.1/07/2025 tertanggal 10 Juli 2025.
Hingga kini, sejumlah pimpinan dan anggota DPRD NTB, termasuk beberapa pejabat eksekutif Pemprov NTB, telah dimintai keterangan dalam proses penyidikan. (can)












