JAKARTA, NTBNOW.CO— Menjelang hajat politik nasional 2024 ini, atmosfir kebangsaan terasa dinamis. Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat mempunyai concern pada persoalan-persoalan bangsa.
Sosok presiden dan wakil presiden nantinya harus memiliki visi besar dan fundamental untuk negara. Moralitas bangsa lebih diutamakan.
Demikian itu pandangan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si. yang diungkapkan ketika bersilaturrahim dengan pimpinan media massa di Aula Lantai 6 Gedung Masjid At-Tanwir, Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jl Menteng 62 Jakarta Pusat, Kamis (22/6) siang.
Haedar menegaskan ada konstestasi kepentingan politik tetapi kesatuan dan persatuan bangsa harus tetap terjaga dan ke depan lebih visional. Gagasan dan moralitas dari para elit jelang pemilu 2024 minim dibanding membawa gagasan bagaimana cara mewujudkan cita-cita bangsa.
Para elit malah terpaku pada visi individual atau kelompok yang tidak berkorelasi dengan kepentingan rakyat banyak.
Untuk itu Muhammadiyah akan mengawal agar politik dari berbagai kepentingan relasi politik praktis tetap berpijak pada kehidupan bangsa yang fundamental dengan nilai-nilai. Visi kebangsaan agar menjadi bingkai dalam kontestasi politik.
Forum silaturahmi Muhammadiyah dengan pimpinan media massa berkait adanya keprihatinan Muhammadiyah terhadap keberlangsungan demokrasi yang cenderung pragmatis dan menjauh dari fondasi ketatanegaraan yang sehat sesuai UUD 1945 dan cita-cita nasional para pendiri bangsa.
Dengan adanya forum silaturahmi ini diharapkan dapat memantik proyeksi kebangsaan ke depan yang lebih visioner dan bebas dari agenda praktis jangka pendek. “Forum seperti ini adalah bagian dari tradisi kultural Muhammadiyah,” kata Haedar.
Menurut Haedar, Muhammadiyah dan media massa mempunyai kesamaan keprihatinan, komitmen dan pandangan mengenai persoalan-persoalan bangsa yang memang harus dihadapi bersama oleh kekuatan masyarakat sipil.
“Menghadapi pemilu 2024 tidak cukup hanya membiarkan proses politik itu terjadi secara pragmatis tetapi bagaimana pemilu juga membawa nilai, politik demokrasi yang substantif sekaligus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Semua itu memerlukan pengawalan, panduan dan kritik dari kekuatan masyarakat, Muhammadiyah, ormas-ormas bangsa dan bahkan media,” tegas Haedar. “
“Kritik juga diikuti dengan tawaran langkah-langkah strategis dan praktis,” imbuhnya.
Silaturahmi dengan pimpinan media massa ini pertama kali dilakukan setelah Muktamar Muhammadiyah ke-48 pada 18-20 November 2022 di Surakarta dilaksanakan.
Melalui muktamar tersebut Muhammadiyah mencermati dan mengkaji dinamika, perkembangan dan masalah dalam ranah kehidupan keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal.
Muktamar ke-48 menyampaikan pandangan terkait isu aktual yang menjadi perhatian yakni keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal sekaligus menawarkan solusi yang dirangkum dalam buku bertajuk Muhammadiyah dan Isu-Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal.
Pada isu keumatan, Muhammadiyah menawarkan solusi antara lain membangun kesalehan digital, memperkuat persatuan umat dan beragama yang mencerahkan.
Isu kebangsaan, solusi yang ditawarkan antara lain memperkuat ketahanan keluarga, reformasi sistem pemilu, suksesi kepemimpinan 2024, memperkuat keadilan hukum, penataan ruang publik yang inklusif dan adil, antisipasi aging population dan memperkuat integrasi nasional.
Sedangkan solusi yang ditawarkan dalam isu kemanusiaan universal meliputi membangun tata dunia yang damai berkeadilan, regulasi dampak perubahan iklim dan mengatasi kesenjangan antar negara serta menguatnya xenofobia.
Forum silaturahmi media dihadiri oleh 36 perwakilan pimpinan media nasional. Dari Muhammadiyah selain Ketua Umum Haedar Nasir, juga dihadiri oleh Sekretaris Umum Abdul Mu’ti, Sekretaris M. Izzul Muslimin dan Ketua Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum PP Muhammadiyah, Edy Kuscahyanto.
Dalam silaturahmi media ini, para perwakilan pimpinan media yang hadir berharap agar Muhammadiyah lebih keras menyuarakan ketimpangan sosial dan perundang-undangan yang merugikan kepentingan nasional.
Sebelum menutup acara silaturahmi, Abdul Mu’ti menambahkan bahwa forum silaturahmi media sekaligus juga mengumpulkan masukan-masukan dari media. Forum silaturahmi media susulan bertajuk “Konvensi Nasional” akan diselenggarakan bulan Agustus mendatang dengan agenda menghadirkan para pakar dari berbagai universitas di Indonesia untuk mendialogkan masalah-masalah strategis kebangsaan sekaligus merumuskan solusi. (Retno Intani ZA, Ketua Bidang Pendidikan Serikat Media Siber Indonesia).