FTA Desak Reformasi Polri yang Transparan dan Inklusif

NEW YORK (NTBNOW.CO)– Forum Tanah Air (FTA), jaringan tokoh, akademisi, aktivis, dan diaspora Indonesia di 22 negara serta 38 provinsi di tanah air, menyampaikan keprihatinan dan kekecewaan mendalam terhadap pembentukan Komite Reformasi Kepolisian Republik Indonesia yang diumumkan oleh Presiden RI.

Menurut FTA, reformasi Polri merupakan agenda strategis nasional yang berhubungan langsung dengan keadilan, keamanan publik, dan kualitas demokrasi. Karena itu, lembaga yang dibentuk untuk merumuskan arah reformasi kepolisian seharusnya mewakili kepentingan rakyat sebagai pemegang kedaulatan, bukan menjadi forum tertutup yang didominasi kelompok tertentu.

FTA menilai, komposisi Komite yang terdiri atas sepuluh anggota, lima di antaranya perwira tinggi Polri dan lima lainnya berlatar belakang hukum, tidak mencerminkan keberagaman dan keterwakilan publik. Tidak adanya unsur masyarakat sipil, akademisi ilmu politik, tokoh agama, maupun perwakilan TNI menunjukkan bahwa komite ini berpotensi menjadi forum formalitas administratif tanpa kemampuan melakukan perubahan mendasar dalam tubuh Polri.

Dalam pernyataannya, FTA menegaskan bahwa masuknya lima jenderal aktif maupun purnawirawan dalam struktur Komite Reformasi Kepolisian tidak tepat, karena mereka merupakan bagian dari kepemimpinan pasca-reformasi yang gagal menjadikan Polri sebagai lembaga profesional, objektif, dan bebas dari intervensi politik. FTA juga menuntut agar Jenderal (Purn.) Tito Karnavian, Jenderal (Purn.) Idham Azis, dan Jenderal (Purn.) Listyo Sigit Prabowo tidak ditempatkan dalam struktur Komite, karena ketiganya dinilai bertanggung jawab atas memburuknya kepercayaan publik terhadap Polri, meningkatnya kriminalisasi warga sipil, serta menguatnya loyalitas politik di internal kepolisian selama sepuluh tahun terakhir.

Selain itu, FTA mendorong agar Komite Reformasi Kepolisian melibatkan ilmuwan politik dan ahli tata negara untuk memastikan arah reformasi tetap berada di bawah kendali sipil sebagaimana semangat Reformasi 1998. Keterlibatan perwakilan TNI juga dinilai penting untuk mengharmoniskan hubungan Polri dan TNI yang selama ini kerap bersinggungan dalam urusan keamanan wilayah dan penegakan hukum. Di sisi lain, kehadiran tokoh agama dan masyarakat sipil perlu diakomodasi agar proses reformasi tidak kehilangan nilai moral, etika, serta aspirasi rakyat yang menjadi dasar kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.

FTA menuntut agar Ketua Komite Reformasi Kepolisian menjamin transparansi penuh dalam seluruh proses deliberasi. Keterbukaan itu meliputi agenda pembahasan, daftar isu yang sedang dikaji, serta pandangan yang berbeda di antara anggota komite. Proses pembahasan juga diharapkan menyentuh aspek mendasar seperti posisi kelembagaan Polri, desentralisasi fungsi kepolisian hingga daerah, reformasi struktur kepangkatan agar tidak menyerupai militer, pembagian fungsi antara Kepolisian Nasional dan Kepolisian Daerah, serta kemungkinan pemindahan penanganan terorisme, narkoba, dan korupsi kepada lembaga independen yang melibatkan unsur sipil dan militer terpercaya.

Forum Tanah Air menegaskan bahwa reformasi Polri tidak boleh berhenti pada perubahan struktur dan simbol semata, tetapi harus menyentuh akar persoalan yang sesungguhnya, yaitu hubungan kepolisian dengan kekuasaan politik, orientasi tugas, dan karakter kelembagaan. Reformasi sejati harus melahirkan Polri yang profesional, jujur, humanis, dan benar-benar dicintai rakyat.

FTA berkomitmen untuk terus mengawal proses reformasi kepolisian secara kritis, menggalang dukungan publik, dan bila diperlukan akan mengajukan evaluasi kepada lembaga hukum nasional maupun internasional. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *