Di tengah tuntutan masyarakat akan kepemimpinan yang efektif, muncul fenomena pemimpin yang gemar berbicara namun kurang dalam pemikiran mendalam dan realisasi tindakan. Gaya kepemimpinan seperti ini sering disebut “more talk, think less”—banyak retorika, minim analisis, dan jarang diikuti langkah nyata.
Pemimpin seperti ini biasanya terjebak dalam retorika kosong, mengumbar janji tanpa rencana konkret. Mereka cenderung reaktif, memberikan pernyataan gegabah tanpa pertimbangan dampak jangka panjang. Tak jarang, gaya kepemimpinan seperti ini disertai pencitraan berlebihan, di mana narasi publik lebih diprioritaskan daripada kerja nyata. Ketika muncul masalah, pola khas mereka adalah menyalahkan pihak lain alih-alih mencari solusi bersama.
Dampaknya, publik semakin kecewa dan jenuh dengan kata-kata tanpa realisasi. Krisis kepercayaan pun mengancam, karena masyarakat mulai mempertanyakan integritas pemimpin yang hanya pandai beretorika namun minim bukti. Masalah-masalah penting pun terbengkalai, karena energi lebih banyak terkuras untuk debat dan pembicaraan tanpa tindakan lanjutan.
Pemimpin sejati seharusnya menerapkan prinsip “think first, talk smart, act fast”. Mereka perlu berpikir matang sebelum bicara, fokus pada solusi nyata ketimbang retorika, serta membuktikan kinerja melalui hasil yang transparan dan terukur. Masyarakat butuh pemimpin yang “walk the talk”—bukan sekadar pandai berkata-kata, tapi konsisten mewujudkan perubahan.
Pada akhirnya, kualitas kepemimpinan diukur dari dampak nyata yang dirasakan rakyat, bukan dari banyaknya pidato atau pernyataan. Saatnya para pemimpin mengurangi omong kosong dan lebih banyak bekerja. Semoga. (**)