Pulang dengan Luka dan Kehilangan

Derita Nelayan di Musim Angin Barat (4)

Ramli terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Cahaya lampu menerangi wajahnya. Ia mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terasa berat.

“Ram, kau sadar?”

Suara itu… suara Siti.

Dengan usaha keras, Ramli membuka matanya. Ia berada di ranjang kayu rumahnya. Siti duduk di sampingnya, wajahnya dipenuhi kelegaan dan air mata.

“Apa… yang terjadi?” suaranya serak.

“Kau diselamatkan oleh nelayan lain. Kau hampir mati di laut, Bang…”

Ramli mencoba mengingat. Perahunya terbalik. Ia dan Salim berpegangan sekuat tenaga… lalu semuanya menjadi gelap.

“Salim… bagaimana Salim?”

Siti menundukkan kepala, suaranya nyaris tak terdengar saat menjawab.

 

“Dia… tidak kembali, Bang.”

Dunia seakan runtuh. Ramli menatap Siti dengan mata tak percaya.

“Tidak… itu tidak mungkin…”

“Aku juga berharap itu tidak benar, Bang. Tapi mereka mencari seharian dan hanya menemukan perahumu.”

Ramli memejamkan mata. Salim, sahabatnya, telah pergi. Ia yang mengajaknya melaut. Ia yang bersikeras melawan angin barat. Dan sekarang, Salim tak lagi ada di dunia ini.

Tangannya mengepal. Dadanya terasa sesak. Ia telah membuat kesalahan yang tak bisa diperbaiki.

Di sudut ruangan, anak-anaknya menatap dengan bingung, belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi.

Dan di luar sana, laut tetap bergelombang, seakan tak peduli pada nyawa yang telah diambilnya. (bersambung)

Cerbung ini dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan

Ilustrasi: bing.com