Jangan Biarkan Media Online Menjadi Korban Kesembronoan

MEDIA online lahir sebagai harapan — memberi publik akses cepat pada berita yang akurat, berimbang, dan bisa dipercaya. Tapi apa jadinya jika harapan itu dirusak oleh kelalaian sebagian pihak yang mengaku media, padahal sekadar mengelola blog tanpa akurasi, tanpa verifikasi, tanpa pertanggungjawaban?

Lebih miris lagi, di saat kita sedang berjuang keras mengangkat marwah media online agar sejajar dengan media arus utama, muncul oknum yang mengabaikan semua prinsip dasar jurnalistik. Tak ada susunan redaksi, tak jelas siapa bertanggung jawab. Hanya mengandalkan semangat asal terbit, tanpa memikirkan dampak informasi yang disebar.

 

Ini bukan sekadar soal nama baik satu dua orang. Ini soal kehormatan profesi. Ini soal nasib kepercayaan publik terhadap semua media online yang selama ini bekerja keras menjaga integritasnya.

Harus diingat, membangun media online bukan sekadar membeli domain dan menulis seenaknya. Ada standar yang harus dipenuhi: berbadan hukum, memiliki redaksi resmi, tunduk pada UU Pers, dan patuh pada kode etik jurnalistik.

Sekali media melanggar prinsip dasar itu, maka ia telah mengkhianati fungsi pers sebagai pilar demokrasi. Lebih parah lagi, ia menyeret seluruh citra media online ke jurang ketidakpercayaan publik — membuat media online dipandang sama rendahnya dengan sembarang akun media sosial.

Ingat, jurnalis bekerja di ranah etika, bukan sekadar mencari sensasi. Ukuran benar-salah karya jurnalistik bukan pidana atau perdata, tapi verifikasi, keberimbangan, akurasi, dan itikad baik. Kalau ini dilanggar, yang runtuh bukan hanya kredibilitas media itu sendiri, tapi juga kepercayaan bangsa pada pers yang merdeka dan bertanggung jawab.

Kini pilihan ada di tangan kita: Mau ikut menjaga marwah media online? Atau membiarkan kesembronoan merusaknya perlahan-lahan?

Ini saya lanjutkan dengan pesan penutup pendek untuk memperkuat nadanya:

Karena pada akhirnya, pers yang baik lahir bukan dari keberanian asal bunyi, tapi dari keberanian menjaga kebenaran.

Dan media online, jika ingin dihormati, harus lebih dulu menghormati etika jurnalistik. (has)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *