Oleh: Dr. I Dewa Nyoman Agung Wijaya
“Lebih baik direndahkan karena jujur, daripada dibanggakan dengan dusta.” Kalimat ini bukan sekadar kutipan, melainkan suara hati saya yang lahir dari keprihatinan terhadap kondisi sosial kita hari ini. Kita hidup di zaman ketika pencitraan seringkali lebih dihargai daripada nilai sejati seseorang. Ketika kebohongan yang dikemas manis lebih cepat diterima dibanding kebenaran yang disampaikan dengan jujur namun polos.
Saya melihat, masyarakat—khususnya generasi muda—mulai terbiasa dengan narasi-narasi semu. Di media sosial, misalnya, banyak yang berlomba menunjukkan “kehidupan ideal”, padahal apa yang tampak hanyalah topeng. Mereka lebih memilih kenyamanan dalam kepalsuan daripada menghadapi cermin jujur yang kadang tak seindah yang diharapkan.
Kejujuran memang tidak selalu membawa pujian. Orang jujur sering dianggap terlalu lugas, terlalu polos, bahkan tidak pandai menempatkan diri. Tapi justru di situlah letak kemuliaannya. Kejujuran tidak memerlukan panggung atau sorotan; ia bekerja dalam diam, namun memberi dampak yang nyata. Saya yakin, meskipun orang jujur sering kali tersingkir, kebenaran tetap akan menemukan jalannya. Karena kebohongan, sehebat apa pun disembunyikan, akan runtuh oleh waktu.
Kita harus berani mengubah cara pandang ini. Jangan lagi mengukur keberhasilan seseorang dari seberapa hebat ia membungkus kenyataan. Jangan bangga dengan pujian atas topeng, karena topeng pasti akan jatuh. Kita perlu membangun budaya yang menghargai kejujuran sebagai kekuatan, bukan kelemahan.
Kebenaran tidak perlu dibungkus dengan keindahan palsu. Ia cukup disampaikan dengan tulus. Dan dalam ketulusan itu, ada keberanian, ada keadilan, ada kemanusiaan.
Sebagai masyarakat, kita punya tanggung jawab untuk menciptakan ruang yang aman bagi kejujuran. Di rumah, di sekolah, di kantor, bahkan di pemerintahan—kejujuran harus menjadi nilai yang dirawat bersama. Karena hanya dengan itulah kita bisa membangun peradaban yang benar-benar kuat.
Saya mengajak kita semua untuk kembali memeluk kejujuran. Mari pilih luka karena kebenaran, daripada hidup nyaman dalam kepalsuan. Mari jadikan kejujuran bukan hanya sebagai nilai pribadi, tapi juga sebagai gerakan sosial. Karena dari situlah perubahan sejati akan lahir.