Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur*
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya).” (QS Al-Ahzab [33]: 23)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan, ayat di atas turun untuk sahabat Anshar bernama Anas bin Nadhir Radhiallahu anhu. Ia tidak ikut perang Badar. Namun ia berjanji kepada Allah Ta’ala untuk ikut berperang pada peperangan selanjutnya.
Anas bin Nadhir Radhiallahu anhu menemui syahid dalam perang Uhud. Ketika jasadnya dikenali, kemudian Rasulullah Shallallahu alahi Wasallam menyatakan baginya surga.
Sementara Az-Zamakhsyari dalam tafsirnya al-Kasysyaf menjelaskan bahwa beberapa orang sahabat Radhiallahu anhum ada yang bernazar, bahwa jika mereka ikut perang bersama Rasulullah Shallallahu alahi Wasallam, mereka tidak akan mundur dan tetap bertahan sampai gugur sebagai syuhada.
Di antara para sahabat yang berjanji itu ialah Usman bin Affan, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Sa’id bin Zaid, Hamzah, Mus’ab bin ‘Umair, dan sahabat-sahabat yang lain Radhiallahu anhum.
Dalam konteks saat ini, kita menyaksikan kegigihan para pejuang Palestina dalam mempertahankan tanah airnya dan Masjidil Al-Aqsa, menghadapi kedzaliman kaum Zionis Yahudi. Mereka adalah golongan yang tetap teguh dalam jihad, sebagaimana ayat di atas.
Sebagian dari mereka menemui syahidnya. Namun wafatnya para pejuang tidak mengurangi semangat para pejuang lainnya dalam mempertahankan kesucian Masjidil Aqsa dan setiap jengkal bumi Palestina. Setiap gugur satu syuhada, maka rakyat Palestina lainnya akan menggantikannya.
Para pejuang mendambakan kemenangan, baik kemenangan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa gugur sebagai syahid, atau kemenangan berupa terbebasnya Palestina dan Masjidil Aqsa dari penjajahan Zionis Israel yang didukung negara-negara sekutunya.
Para pejuang Palestina memiliki komitmen kuat dan pantang mundur, meskipun di antara mereka banyak terluka. Sebagian lainnya menemui syahid, gugur di medan perang melawan kedzaliman dan penajajahan.
Meski banyak media melabeli para pejuang Palestina dengan sebutan teroris, tetapi mereka tetap pada jalur perjuangan. Meski negara-negara di sekitarnya acuh tak acuh dengan kondisi mereka, namun para pejuang tidak mengendurkan semangatnya untuk terus mendapatkan hak-haknya yang dirampas penjajah.
Hasil dari konsistensi para pejuang, hari ini mata dunia menyaksikan, siapa teroris yang sesungguhnya. Kegigihan para pejuang Palestina telah menggerakkan para aktivis, akademisi, ilmuwan, atlet, artis dan masyarakat internasional untuk menyatakan kutukan pada kejahatan Zionis Israel dan dukungan demi terhapusnya penjajahan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di bumi Palestina.
Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat internasional masih memiliki nurani untuk membela kebenaran, menyuarakan pembelaan terhadap mereka yang terjajah dan terampas hak-haknya. Solidaritas mereka menjadi bukti bahwa dunia masih memihak kepada kebenaran, meski ada kekuatan besar yang mencoba terus menutup-nutupi kejahatan mereka.
Gelombang Dukungan untuk Perjuangan Palestina
Sudah seharusnya manusia di seluruh dunia berterima kasih kepada bangsa Palestina karena merekalah yang saat ini berada di garda terdepan dalam perjuangan nilai-niai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Berkat perjuangan merekalah, manusia di seluruh dunia mengetahui siapa sebenarnya Zionis Israel, kekejaman mereka, dan bagaimana para pemimpinnya melecehkan hukum-hukum internasional, mengacuhkan resolusi perdamaian dan seakan kebal dari semua hukum internasional.
Dari kegigihan dan perjuangan merekalah mata dunia menyaksikan sifat-sifat buruk Yahudi, dan berbagai pelanggaran kemanusiaan mereka saat ini terbongkar dengan jelas, diekspos di berbagai media, disaksikan oleh seluruh umat manusia.
Beberapa pekan terakhir, muncul gerakan “All Eyes On Rafah” di media sosial yang telah dishare (dibagikan) sedikitnya 35 juta kali dalam 24 jam. Gerakan tersebut mengajak masyarakat internasional untuk memperhatikan kota Rafah, wilayah paling selatan Gaza yang menjadi tempat terakhir para pengungsi Palestina.
All Eyes On Rafah membawa pesan kepada dunia bahwa Zionis Israel semakin membabi buta melakukan serangan kepada warga sipil Palestina. Kondisi kritis Rafah hendaknya menjadi perhatian seluruh masyarakat dunia bahwa di sana ada jutaan manusia yang sangat memerlukan bantuan kemanusiaan.
Gerakan itu sekaligus menunjukkan keteguhan rakyat Palestina yang tetap bertahan di tengah gempuran militer Zionis Israel. Mereka tetap tidak bergeming, walaupun harus menanggung ancaman kematian yang bisa saja datang setiap saat.
Solidaritas global terbukti memiliki peran penting dalam memberikan dukungan moral perjuangan rakyat Palestina. Dukungan dari berbagai kalangan menunjukkan bahwa nurani masyarakat dunia masih ada untuk mereka yang terjajah dan teraniaya.
Gelombang Masuk Islam di Eropa dan Amerika
Ketabahan dan kesabaran warga Palestina, khususnya di Gaza telah membuat banyak orang Eropa dan Amerika berempati dan akhirnya mereka memutuskan memeluk agama Islam, yaitu agama yang dipeluk oleh mayoritas rakyat Palestina.
Ketua Yayasan Masjid Granada dan Komunitas Islam di Spanyol, Umar del Pozo
mengungkapkan, setidaknya setiap masjid di wilayah Andalusia Selatan menerima satu hingga dua warga yang masuk Islam (mualaf) setiap pekannya pasca agresi Zionis ke Gaza 7 Oktober 2023 silam.
“Mereka melihat serangan yang brutal dan kebohongan Israel selama ini. Akibatnya, mereka mulai mengajukan lebih banyak pertanyaan di benak mereka dan orang-orang di sekitar mereka,” ujar del Pozo.
Sementara itu, tiktoker asal Amerika Serikat (AS), Alessia membagikan cerita yang melatarbelakangi dirinya mau mempelajari Al-Qur’an pasca peristiwa 7 Oktober. Keinginan itu muncul setelah ia menyaksikan apa yang terjadi di Palestina dan warganya dengan keimanan tinggi, bahkan setelah kehilangan segalanya.
Tokoh AS lainnya, Megan Rice juga memutuskan menjadi mualaf setelah menyaksikan ketabahan dan kesabaran warga Palestina di Gaza atas ageris Zionis Israel. Ia kerap membagikan link bertajuk “Nonmuslim Membaca Al-Qur’an” di akun media sosialnya.
Aktivis HAM asal AS lainnya, Shaun King juga mengaku ikut terenyuh dengan penderitaan warga Jalur Gaza Palestina akibat agresi Israel sejak 7 oktober lalu. King kemudian memutuskan untuk memeluk agama Islam pada Senin 11 Maret 2024 lalu.
Ia memutuskan menjadi mualaf bersama sang istri, Rai King, sehari sebelum Ramadan 1445. Keduanya membaca kesaksian dua kalimat syahadat di masjid Valley Ranch Islamic Center Dallas, Texas, dibimbing Imam Omar Suleiman.
Ummat Islam dan Kristen, bahkan Yahudi hendaknya berterima kasih kepada Rakyat Palestina karena merekalah yang menjadi penjaga tempat suci, Baitul Maqdis (Bait Suci sebutan bagi umat Kristen) dari aksi penyerbuan dan penodaan yang dilakukan Zionis Israel.
Dengan kegigihan bangsa Palestina, terutama mereka yang tinggal di sekitar Yerusalem, maka kesucian Yerusalem sebagai kota suci bagi tiga agama masih terjaga hingga saat ini.
Bintang Mahaputera untuk Bangsa Palestina
Bangsa Indonesia juga sepantasnya berterima kasih kepada bangsa Palestina karena para tokoh merekalah yang membantu perjuangan bangsa Indonesia dalam kancah diplomasi internasional hingga kita mendapatkan kemerdekaan.
Seorang Mufti Palestina, Sayyid Al-Amin Al-Husaini (1895-1974 M) memberi kontribusi besar kepada Indonesia. Ia mengumandangkan kemerdekaan Indonesia ke dunia melalui Radio Berlin berbahasa Arab.
Sayyid Al-Amin Al-Husaini juga aktif melobi banyak pemimpin negara Arab untuk mengakui dan membela kemerdekaan Indonesia. Berkat jasanya, Indonesia diakui pertama kali secara de facto dan de jure oleh Mesir dan diikuti oleh Suriah, Lebanon, serta beberapa negara Timur Tengah lainnya.
Selain Al-Amin Al-Husaini, ada Muhammad Ali Taher (1896-1974 M) yang menyumbangkan seluruh hartanya untuk perjuangan bangsa Indonesia saat agresi militer Belanda ke-2 pada 1948. Ia menyerahkan seluruh hartanya kepada Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, Mohamed Zein Hassan.
Muhammad Ali Taher dikenal sebagai seorang wartawan, sekaligus saudagar. Ia mendirikan beberapa media di Mesir yang ia gunakan untuk perjuangan, termasuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Beberapa surat kabar miliknya antara lain: Ashoura, Al-Shabab, dan Al-Alam Al-Masri.
Pada 1973, Presiden RI kedua Soeharto memberikan penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana kepada Muhammad Ali Taher. Penghargaan tersebut diberikan sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan atas jasa-jasanya yang luar biasa dalam membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia.
*Imaam Yakhsyallah Mansur adalah Pembina Jaringan Pondok Pesantren Al-Fatah yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia.