Klakson Kereta, Kota Baru, dan Malam yang Mengajak Tersenyum di Malang

Bunyi klakson kereta api terasa asing bagiku malam ini. Mungkin karena aku sedang jauh dari rutinitas, menginap di Hotel Ascent Premiere Malang, tempat di mana waktu seolah melambat, dan setiap sudutnya seperti ingin menenangkan pikiran yang selama ini berlari terlalu cepat.

Malang menyambutku dengan dingin yang sopan—tidak menusuk, tapi cukup membuatku menarik selimut sedikit lebih rapat. Setiap kali klakson kereta lewat, aku seperti diingatkan bahwa ada banyak perjalanan lain di luar sana. Sementara aku? Aku sedang menikmati momen jeda yang tak pernah kutahu ternyata sangat kubutuhkan.

Dari jendela kamar, lampu kota terlihat seperti bintang yang sengaja turun ke bumi. Ada kehangatan kecil yang membuatku merasa ditemani, walau sebenarnya aku hanya sendiri bersama secangkir teh hangat yang terlalu manis karena aku lupa mengaduk.

Tadi sore, ada kejadian kecil yang membuatku menertawakan diri sendiri. Dengan langkah penuh percaya diri, aku berjalan mengikuti tanda “↗ LIFT”. Tapi entah mengapa, ujung langkahku justru mengantar ke pintu darurat. Dan pintu itu berbunyi pelan saat dibuka—suara yang cukup untuk membuatku menoleh kiri-kanan mencari saksi mata. Untungnya, hanya lorong sepi yang tertawa diam-diam.

Di lobi, aroma kopi seperti sengaja dibuat sedikit lebih wangi dari biasanya. Entah trik marketing atau memang baristanya punya bakat khusus bikin tamu betah. Yang jelas, aku merasa seperti sedang berada di kota yang ingin menghiburku, bukan sekadar menampungku.

Dan, ah, Malang…

Ada sesuatu pada kota ini yang membuat kita mudah jatuh suka—barangkali perpaduan antara udara dingin, pemandangan rapi, dan keramahan yang tidak dibuat-buat. Bahkan klakson kereta yang awalnya asing pun kini terdengar seperti backsound film perjalanan, menandai babak baru yang sedang aku jalani.

Di tengah malam yang tenang, aku berdiri di balik jendela hotel, memandangi kota yang belum sepenuhnya kukenal. Ada rasa yang sulit dijelaskan—campuran damai, syukur, dan sedikit lucu karena sadar.

Kadang kita butuh tersesat sebentar untuk menemukan diri sendiri lagi.

Dan Malang, setidaknya malam ini, menjadi tempat yang pas untuk itu.

Besok, mungkin ada agenda, perjalanan, atau kejutan lain.

Tapi malam ini, aku hanya ingin menikmati hal-hal sederhana: suara kereta yang jauh, udara dingin yang pelan, dan kamar hotel yang seolah berkata:

“Istirahatlah… hidup tidak selalu harus buru-buru.” (bajor)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *