Nestapa Saldo Rekening Masyarakat Indonesia

Oleh: I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya*

Saldo rekening masyarakat Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan fenomena ini. Mayoritas rekening di perbankan nasional berada di bawah Rp 100 juta. Kondisi ini menggambarkan stagnasi ekonomi kelas menengah yang makin terasa.

Jumlah rekening dengan saldo di atas Rp 100 juta sangat kecil. Hanya sekitar 1 persen dari total rekening. Sementara, jumlah rekening dengan saldo di bawah Rp 100 juta mendominasi hingga 98,8 persen. Dari total 586,9 juta rekening, hampir seluruhnya merupakan rekening kecil. Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat kelas menengah kesulitan mempertahankan daya beli mereka.

Fenomena Penurunan Kelas Menengah

Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat penurunan jumlah kelas menengah. Pada 2019, kelas menengah mencakup 21,45 persen dari total populasi, atau sekitar 57,33 juta orang. Namun, pada 2024, proporsi ini turun menjadi 17,13 persen, sekitar 46,85 juta orang. Penurunan ini berbanding lurus dengan peningkatan jumlah masyarakat rentan miskin. Rentan miskin yang pada 2019 sebesar 20,56 persen, meningkat menjadi 24,23 persen pada 2024.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan: apa penyebab utama penurunan kelas menengah? Salah satunya adalah ketidakstabilan ekonomi pasca-pandemi. Pandemi telah memaksa banyak keluarga kelas menengah untuk menggunakan tabungan mereka. Biaya hidup yang terus meningkat, sementara pendapatan tidak sebanding. Kondisi mantab atau “makan tabungan” membuat masyarakat kelas menengah sulit bertahan.

Penurunan jumlah kelas menengah juga tercermin dari data saldo rekening. Sebagian besar saldo rekening di bawah Rp 100 juta hanya menyumbang 12,1 persen dari total simpanan nasional. Sementara, saldo di atas Rp 5 miliar, meskipun jumlah rekeningnya hanya 0,0 sekian persen, menguasai lebih dari 53,5 persen simpanan di perbankan.

Ini memperlihatkan adanya ketimpangan yang semakin besar antara kelompok masyarakat. Kelas atas yang memiliki dana besar terus menambah kekayaannya. Sebaliknya, kelas menengah yang menjadi pilar utama ekonomi nasional justru terpuruk. Situasi ini juga mengindikasikan menurunnya kemampuan masyarakat untuk menabung dalam jumlah besar.

Menanti Solusi Untuk Masyarakat Kelas Menengah ke Bawah

Dari perspektif ekonomi, penurunan ini dapat dijelaskan dengan Teori Kelas Sosial Karl Marx. Marx menjelaskan bahwa masyarakat terbelah menjadi dua kelompok besar, yaitu kaum borjuis dan proletar. Kaum borjuis memiliki modal besar, sementara proletar hanya hidup dari upah. Dalam konteks Indonesia saat ini, kelas menengah yang idealnya menjadi penggerak ekonomi justru mengalami “proletarisasi” atau penurunan kelas sosial.

Hal ini juga dapat dikaitkan dengan Teori Ketidaksetaraan Kekayaan dari Thomas Piketty. Menurut Piketty, ketika pertumbuhan ekonomi lebih lambat daripada keuntungan dari modal, maka ketimpangan akan meningkat. Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi tidak sebanding dengan laju akumulasi kekayaan para elite. Kondisi ini menambah kesulitan bagi kelas menengah untuk berkembang.

Peningkatan biaya hidup tanpa diimbangi oleh kenaikan pendapatan yang signifikan juga memperparah keadaan. Harga kebutuhan pokok, perumahan, pendidikan, dan kesehatan semakin tinggi. Hal ini menyebabkan masyarakat kelas menengah tidak hanya kesulitan menabung, tetapi juga rentan jatuh ke kategori miskin.

Pemerintah harus segera bertindak. Pertama, dengan menerapkan kebijakan redistribusi kekayaan. Pemerintah bisa menempuh kebijakan pajak progresif yang lebih kuat. Pajak ini akan memastikan kelompok kaya memberikan kontribusi lebih besar terhadap kesejahteraan nasional. Dana yang terkumpul bisa bermanfaat untuk memperkuat program jaminan sosial, meningkatkan akses pendidikan, dan menyediakan bantuan langsung untuk kelas menengah.

Kedua, stabilisasi harga kebutuhan pokok dan penguatan daya beli menjadi sangat mendesak. Pemerintah perlu mengontrol stabilisasi harga melalui intervensi pasar yang efektif. Program subsidi yang lebih terarah untuk kebutuhan pangan, energi, dan transportasi perlu semakin gencar agar daya beli masyarakat kelas menengah tetap terjaga.

Ketiga, pentingnya peningkatan upah dan kesempatan kerja yang lebih baik. Pemerintah penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, menciptakan lapangan pekerjaan dengan upah layak. Program pelatihan dan peningkatan keterampilan harus difokuskan pada sektor-sektor yang mampu menyerap banyak tenaga kerja, seperti sektor industri kreatif dan teknologi.

Harapan Pada Pemerintahan Indonesia Yang Baru

Kondisi saldo rekening masyarakat Indonesia yang terus menurun adalah cerminan dari krisis ekonomi kelas menengah. Masyarakat Indonesia tentu berharap kepada pemerintahan baru yang akan dilantik beberapa hasri lagi dapat memprioritaskan upaya menangani ketimpangan yang semakin lebar antara kelas atas dan kelas menengah menjadi masalah serius. Kebijakan redistribusi, stabilisasi harga, dan peningkatan kesempatan kerja menjadi solusi yang amat mendesak.

Jika kondisi ini tidak mendapatkan penanganan dengan segera, kelas menengah akan semakin terpuruk. Masyarakat Indonesia berisiko menghadapi jurang ketimpangan yang lebih dalam. Dalam jangka panjang, kestabilan ekonomi nasional juga terancam. Pemerintah harus bertindak cepat agar ekonomi tetap tumbuh dan masyarakat kelas menengah tidak semakin terpinggirkan.

 

*Dosen Ekonomi Makro di Universitas Buana Perjuangan Karawang