Oleh: Nasrullah, S.IP*
Salah satu isu utama dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah ketimpangan kualitas antara sekolah umum yang berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan madrasah, yaitu madrasah swasta dan negeri yang dikelola Kementerian Agama (Kemenag).
Tidak dapat dipungkiri, dualisme kewenangan antara Kemendikdasmen dan Kemenag ini menimbulkan tantangan tersendiri, terutama dalam hal pemerataan kualitas pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan kesejahteraan guru.
Dalam banyak kasus, sekolah umum mendapatkan perhatian lebih dalam hal pengembangan kurikulum, pelatihan guru, dan alokasi anggaran. Sebaliknya, madrasah terutama yang berstatus swasta seringkali tertinggal karena keterbatasan dukungan pemerintah.
Misalnya, masih banyak madrasah swasta yang belum memenuhi standar nasional pendidikan, baik dari sisi kelengkapan kurikulum, kompetensi guru, maupun hasil belajar peserta didik, dan mereka harus berjuang sendiri dengan dana terbatas, sementara sekolah umum mendapatkan program peningkatan mutu secara berkala.
Keterbatasan dalam pelatihan guru juga menjadi masalah besar. Guru di sekolah umum cenderung memiliki akses yang lebih luas terhadap pelatihan dan pengembangan profesi dibandingkan dengan guru di madrasah. Hal ini berdampak pada kemampuan pedagogis dan profesionalisme tenaga pendidik dan berimbas langsung pada proses pembelajaran.
Ketimpangan Infrastruktur
Selain kualitas pendidikan, ketimpangan infrastruktur antara sekolah umum dan madrasah juga menjadi sorotan. Sekolah-sekolah negeri umumnya memiliki gedung yang lebih layak serta laboratorium dan fasilitas pendukung yang memadai seperti perpustakaan, ruang komputer, dan sarana olahraga.
Di sisi lain, masih banyak madrasah swasta di berbagai daerah yang menggunakan ruang kelas darurat dan minim fasilitas, bahkan ada yang menggunakan rumah pribadi sebagai ruang belajar.
Kondisi ini mencerminkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur madrasah. Program rehabilitasi atau pembangunan ruang kelas baru yang digulirkan pemerintah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) seringkali lebih memprioritaskan sekolah umum, sementara madrasah swasta harus mengandalkan dana swadaya atau donasi dari masyarakat.
Kesenjangan ini tentu mempengaruhi kualitas pembelajaran. Anak-anak yang belajar di lingkungan dengan fasilitas minim cenderung mengalami hambatan dalam mengakses informasi dan pengalaman belajar yang optimal. Ini juga berdampak pada motivasi belajar dan kenyamanan siswa selama belajar di sekolah.
Kemudian, salah satu aspek yang mencolok dari disparitas pendidikan ini adalah kesejahteraan guru, terutama guru madrasah swasta. Banyak dari mereka yang mengabdikan diri dengan gaji yang jauh dari layak, bahkan di bawah upah minimum.
Tidak sedikit guru madrasah swasta yang hanya menerima gaji Rp 150.000 per bulan, jumlah yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, bahkan untuk ongkos transportasi umum saja tidak mencukupi.
Situasi ini sangat kontras dengan kondisi guru PNS di sekolah negeri yang mendapatkan gaji pokok, tunjangan kinerja, dan berbagai insentif lainnya, sementara guru madrasah swasta, selain gaji kecil, juga seringkali tidak mendapatkan jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Mereka mengajar dengan semangat dan dedikasi tinggi, namun tanpa jaminan kesejahteraan dari negara.
Upaya untuk memperbaiki kondisi ini memang ada, seperti program sertifikasi guru yang memberikan tunjangan profesi, tapi akses terhadap program ini masih terbatas dan tidak merata, terutama bagi guru madrasah swasta yang status kelembagaannya tidak sepenuhnya diakui dalam sistem Kemendikdasmen maupun Kemenag.
Madrasah, terutama yang dikelola swasta sangat bergantung pada bantuan dari pemerintah dan masyarakat. Namun, daya dukung dari pemerintah masih sangat terbatas. Bantuan operasional sekolah (BOS) untuk madrasah seringkali lebih kecil dibanding sekolah umum. Selain itu, pencairannya pun tidak selalu tepat waktu sehinggga menghambat operasional sekolah.
Kelemahan dalam manajemen dan koordinasi antara lembaga terkait juga menambah permasalahan. Banyak madrasah swasta yang tidak memiliki akses langsung kepada sumber daya yang seharusnya tersedia bagi lembaga pendidikan. Ini termasuk akses ke pelatihan, pengembangan kurikulum, dan program digitalisasi pendidikan.
Padahal, madrasah memiliki potensi besar dalam mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara spiritual dan moral. Dengan kombinasi antara pendidikan umum dan keagamaan, madrasah bisa menjadi model pendidikan yang holistik jika mendapatkan perhatian dan dukungan yang memadai dari pemerintah.
Rekomendasi Kebijakan
Dalam upaya mengatasi ketimpangan sebagaimana diuraikan di atas diperlukan adanya langkah konkret dan berkelanjutan dari pemerintah.
Pertama, peningkatan anggaran pendidikan untuk madrasah. Pemerintah perlu menambah alokasi anggaran untuk madrasah, baik negeri maupun swasta agar kualitas pembelajaran dan infrastruktur madrasah bisa ditingkatkan.
Kedua, kesetaraan akses pelatihan bagi para guru. Para guru di madrasah harus mendapatkan akses yang setara terhadap pelatihan dan pengembangan profesionalisme mereka.
Ketiga, standarisasi kesejahteraan guru. Dalam kaitan ini diperlukan adanya regulasi yang menjamin kesejahteraan minimal bagi semua guru, termasuk guru madrasah swasta.
Keempat, integrasi sistem pendidikan. Pada sisi ini diperlukan adanya koordinasi yang lebih baik antara Kemendikdasmen dan Kemenag untuk mengintegrasikan kebijakan dan program pendidikan agar tidak terjadi tumpang tindih dan disparitas kebijakan.
Kelima, penguatan lembaga pengawas dan evaluasi. Pada aspek ini pemerintah harus memiliki mekanisme evaluasi yang transparan dan objektif terhadap kondisi pendidikan di bawah kedua kementerian.
Tanpa intervensi serius dan komprehensif dari pemerintah, ketimpangan kualitas pendidikan antara sekolah umum dan swasta akan terus berlanjut dan menciptakan jurang sosial yang semakin lebar.
Maka, sudah saatnya pemerintah memperlakukan semua lembaga pendidikan secara adil dan proporsional, termasuk madrasah swasta, demi masa depan generasi bangsa yang lebih baik dan lebih cerah. (**)
*Nasrullah, S.IP adalah Ketua Departemen Pendidikan Dasar dan Informal Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (PBMA).
Nasrullah, S.IP (Foto: Dok. pribadi)