Potensi Kelangkaan Air Bersih Saat Musim Kemarau dan Penghujan Melanda: Potret Permasalahan dan Solusinya

Muhammad Ilham Fajri

Air bersih merupakan suatu elemen yang sangat penting dalam menunjang keberlangsungan kehidupan makhluk hidup, terutama manusia. Ketersediaan air bersih senantiasa akan sangat diperlukan terutama guna memenuhi kebutuhan dasar seperti untuk minum, memasak, menjaga kesehatan tubuh, sanitasi, irigasi, termasuk menjaga keberlangsungan ekosistem alam dan kebersihan lingkungan.

Dengan estimasi kebutuhan rata-rata penduduk akan air bersih sebesar 60 liter/orang/hari, yang dapat meningkat menjadi 100-200 liter/orang/hari untuk penduduk perkotaan tergantung dari kondisi wilayah, tingkat ekonomi, kebudayaan masyarakat setempat, pola hidup dan kebiasaan penduduk, maka dapat dibayangkan betapa besar ketergantungan penduduk, terutama yang hidup di daerah perkotaan, akan ketersediaan pasokan air bersih ini.

Perlu kita sadari bersama pula bahwa semakin tinggi tingkat ketergantungan akan air bersih, maka potensi terjadinya kelangkaan air bersih juga akan ikut meningkat. Efek berantai ini kerap menjadi problematika tersendiri yang tidak saja patut untuk dicermati, namun juga harus segera dicari solusinya agar pengelolaan air bersih ini dapat berjalan dengan optimal, serta menjamin keberlangsungan ketersediaannya.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah besarnya kebutuhan tersebut sudah dapat terpenuhi secara layak baik dari sisi kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauannya untuk semua penduduk? Jika belum, mungkin perlu digali lebih lanjut mengapa hal tersebut dapat terjadi, apa saja faktor yang mempengaruhinya, seperti apa dampaknya, dan bagaimana solusi yang mungkin dapat dilakukan?

Dalam perspektif sebagian besar masyarakat umum mungkin beranggapan bahwa kelangkaan air bersih  hanya akan terjadi di saat musim kemarau saja.  Faktor iklim dan letak geografis yang sering dianggap sebagai penyebab alamiah terjadinya kekeringan yang memicu kelangkaan air bersih, ditambah dengan adanya isu pemanasan global mungkin bisa menjadi sebagian jawaban dasar yang menjadi pembenaran. Namun pada  kenyataannya tidak selalu demikian, karena harus dipahami bahwa ada faktor-faktor pendukung lainnya yang saling berkaitan antara kondisi yang menyebabkan kelangkaan air bersih terjadi saat musim kemarau maupun musim penghujan melanda, misalkan jika terjadi banjir dan longsor.

Buruknya manajemen pengelolaan air bersih dan kualitas pemeliharaan sarana prasarana pendukungnya berperan menjadikan kehadiran musim penghujan yang seharusnya menjadi momen memanen air bersih sebagai cadangan jangka panjang untuk pemenuhan ketersediaan saat musim kemarau, justru menjadi masalah bahkan musibah dalam bentuk yang lainnya.

Untuk dapat memahami korelasinya, secara sederhana kita bisa jabarkan adanya beberapa penyebab umum yang sangat rentan mengakibatkan terjadinya banjir dan longsor, sebut saja curah hujan yang tidak dibarengi kemampuan tanah untuk menyerap dan menampung debit air hujan yang turun.

Laju pertumbuhan dan arus urbanisasi yang cukup tinggi, penggunaan lahan yang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air, mentalitas dan perilaku sebagian besar masyarakat kita yang kurang disiplin, kesadaran akan kebersihan lingkungan yang rendah, serta literasi dan semangat belajar yang kurang pun sangat berpengaruh dalam hal ini.

Kita seringkali tak belajar dari pengalaman, terlalu mudah melupakan kejadian berulang, berpasrah diri, bahkan sibuk menyalahkan keadaan. Padahal jika saja kita tak abai untuk bijak mengambil hikmah dalam setiap kejadian, tentu segala sesuatu yang terjadi dapat menjadi pembelajaran berharga untuk mencegahnya, minimal mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya.

Perkembangan kondisi terkini dimana cuaca terasa sangat terik saat musim kemarau dan mudahnya terjadi banjir meskipun hujan baru sedikit saja turun di awal November-desember 2023 lalu hendaknya perlu kita cermati pula.

Hal tersebut mengindikasikan terjadinya ketidakstabilan siklus hidrologi yang rentan berimbas pada runutan dampak selanjutnya. Terlebih jika mengingat bahwa puncak musim hujan diperkirakan baru akan terjadi di bulan Januari-Februari 2024, dimana akan meningkatkan pula potensi terjadinya banjir dan longsor yang tentu sangat berdampak terhadap ketersediaan pasokan air bersih yang ada.

Akibat tercemarnya sumber-sumber air alami, baik di permukaan maupun dalam tanah karena terendam oleh air yang terkontaminasi bakteri, sampah maupun bahan berbahaya dan beracun yang terbawa bersama aliran maupun genangan banjir yang terjadi, serta rusaknya instalasi penyaluran dan bangunan fisik pengolahan air bersih yang ada tentu dapat mengganggu distribusi air bersih yang harusnya tersedia dan disuplai.

Eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam yang tersedia tanpa memperhatikan keseimbangan berbagai elemen lain di dalamnya tentu saja telah memberikan pengaruh yang buruk terhadap hal tersebut.

Penebangan hutan tanpa proses reboisasi sebagai pengganti sepadan, perubahan fungsi lahan tanpa melalui kajian lingkungan yang memadai, pengelolaan daerah aliran sungai yang tidak optimal, penggerusan lahan-lahan yang secara alami menjadi daerah tangkapan air lalu diubah fungsinya menjadi lahan industri, pembangunan area wisata maupun pemukiman tanpa pemenuhan persyaratan koefisien dasar bangunan yang idealnya menyediakan 25-30% ruang terbuka hijau dari keseluruhan area yang dibangun, tentu saja bukanlah hal yang bijak jika kita mengacu pada prinsip pembangunan berkelanjutan.

Kepentingan dari sisi bisnis dan ekonomi, kerap kali mengabaikan keseimbangan komponen lainnya, yaitu aspek sosial dan lingkungan. Kesadaran inilah yang harus secara sistemik ditumbuhkembangkan menjadi budaya prilaku secara kolegial sehingga dapat dirasakan dampaknya secara nyata.

Permasalahan klasik lainnya, yaitu buruknya penanganan limbah sampah domestik maupun industri, termasuk air limbahnya yang berpolutan tinggi, yang jika tidak dikelola dengan baik maka akan sangat berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran air, mengurangi pasokan ketersediaan air bersih yang aman digunakan manusia serta menurunkan kemampuan lingkungan melakukan pemulihan dirinya dalam menopang kelangsungan kehidupan manusia dan flora-fauna yang mendiaminya.

Kondisi tersebut diperparah dengan berbagai regulasi yang sudah jadi tapi tak bertaji, maka jadilah kita seolah tak memiliki kemampuan dan pengetahuan maupun konsep yang jelas dalam melakukan pengelolaan air bersih yang berlimpah di kala hadirnya musim penghujan guna mengurangi dampak kekeringan ketika musim kemarau datang. Inilah yang harus benar-benar dibenahi dengan seksama.

Jika kita benar-benar serius berbenah dengan berkaca pada keberhasilan beberapa negara lain dalam pengelolaan air bersihnya, tentu bukan hal yang mustahil juga untuk dapat kita adopsi dan terapkan di Indonesia. Jerman, Kanada, Prancis, Norwegia, Jepang dan Singapura adalah contoh beberapa negara yang telah berhasil dalam pengelolaan ketersediaan air bersih di negara mereka dengan sangat baik. Solusi paling relevan dari rangkaian permasalahan tersebut dapat mulai diurai melalui keseriusan Pemerintah dalam penyempurnaan regulasi yang mumpuni maupun pengambilan kebijakan yang tepat.

Dengan ditunjang penerapan ilmu pengetahuan serta sarana prasarana memadai, termasuk rekayasa teknologi, plus konsistensi dalam penerapan aturannya, baik berupa reward (penghargaan) maupun punishment (hukuman), jelas merupakan langkah awal perubahan yang akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perbaikan pengelolaan ketersediaan air bersih.

Dengan adanya regulasi maupun kebijakan yang tegas dan konsisten akan dapat menjadi acuan dan panduan jelas bagi seluruh lapisan masyarakat sebagai individu maupun warga negaranya agar mampu meningkatkan kesadaran dan kemauan yang melahirkan prilaku dan budaya sehingga terbiasa dengan pola hidup ramah lingkungan.

Berbagai macam permasalahan yang terjadi secara berulang terkait kelangkaan air bersih ini sudah selayaknya membuat kita  merenung dengan segala kerendahan hati guna mengintrospeksi diri dengan lebih jujur, apakah kelalaian bahkan keserakahan kita sebagai manusia selama ini telah ikut andil menciptakan ketidakstabilan ekosistem yang berdampak pada perubahan siklus hidrologi dan anomali cuaca yang terjadi.

 Semoga dengan komitmen bersama seluruh masyarakat yang didukung dengan konsistensi pemerintah dalam penerapan ketat regulasi, kedepannya kita bisa lebih cerdas dan bijak dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air bersih sehingga menjamin keberlanjutan ketersediaan untuk generasi berikutnya di masa yang akan datang.

Dengan optimalisasi pengelolaan sumber daya air yang berlimpah saat musim penghujan, semoga dapat meminimalisir dampak kekeringan yang terjadi, terutama kelangkaan air bersih saat musim kemarau berkepanjangan.

Data Penulis :
Muhammad Ilham Fajri
Karyawan PT Air Minum Giri Menang,
Mahasiswa Prodi Teknik Lingkungan Akademi Teknik Tirta Wiyata-Kota Magelang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *