MATARAM (NTBNOW.CO)– Pemeriksaan maraton belasan legislator Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam kasus dugaan gratifikasi uang siluman di DPRD NTB terus berlanjut.
Pukul 11.45 Wita, tampak dua pimpinan, Wakil Ketua DPRD NTB NTB Lalu Wirajaya (Gerindra) Wakil Ketua DPRD NTB Muzihir (PPP) dan satu anggota Siti Ari (PPP) keluar dari ruang penyidik secara bersamaan.
Disusul dengan keluarnya Anggota Komisi IV DPRD NTB Abdul Rahim, dan anggota komisi V, TGH Sholah Sukarnawadi.
Lalu Wirajaya dihadapan media mengaku dipanggil sebagai saksi untuk menambah keterangan terhadap tiga tersangka yang sebelumnya sudah di tetapkan tersangka dan di tahan dalam kasus dugaan gratifikasi tersebut.
“Kami datang kesini untuk tambahan keterangan saksi terkait dengan kasus yang menimpa saudara kita,” ungkapnnya.
Untuk materi pemeriksaan dirinya enggan untuk berkomentar lebih jauh. Materi tanya ke penyidik saja,” pintanya
Muzihir mengaku datang pada pukul 09.00 wita, dan hanya di mintai keterangan sebagai saksi.” Hanya sebagai saksi saja,” ucapnya.
Abdul Rahim mengaku dirinya dipanggil dengan 15 anggota lainnya, termasuk tiga pimpin anggota DPRD NTB. “Kami 16 orang kalau tidak salah,” ungkapnnya.
Pemeriksaan kali ini hanya sebagai pemeriksaan tambahan atas penetapan tiga tersangka. “Tidak ada yang baru, hanya tambahan pemeriksaan saja,” tutur pria yang akrab disapa Bram itu.
Dari pantauan NTBNOW.CO, tampak juga mantan ketua DPRD NTB Hj Nurhidyah turut keluar dari ruang penyidik Kejati NTB.
Istri dari tersangka Indra Jaya Usman (IJU) itu keluar didampingi penasehat hukumnya memilih bungkam sambil berjalan menuju parkiran.
Untuk diketahui, dalam kasus ini, Kejati NTB telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni M. Nashib Ikroman (MNI) dari Komisi III, Indra Jaya Usman (IJU) dari Komisi V, dan Hamdan Kasim dari Komisi IV. Sejumlah anggota DPRD NTB disebut telah mengembalikan uang gratifikasi lebih dari Rp 2 miliar kepada Kejati NTB. Pengembalian dana itu menjadi salah satu alat bukti yang memperkuat peningkatan status kasus ke tahap penyidikan.
Mereka dijerat pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kasus ini bermula dari laporan adanya pembagian fee Pokir. Setiap anggota DPRD disebut menerima Pokir senilai Rp 2 miliar, namun bukan dalam bentuk program, melainkan fee sebesar 15 persen atau sekitar Rp 300 juta. Dugaan praktik ini kemudian ditindaklanjuti melalui Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejati NTB Nomor PRINT-09/N.2/Fd.1/07/2025 tertanggal 10 Juli 2025. Sejumlah anggota dewan, mulai dari pimpinan hingga anggota, serta beberapa pejabat eksekutif Pemprov NTB telah dimintai keterangan dalam proses tersebut. (can)
Keterangan:
DIPERIKSA: Anggota DPRD NTB Abdul Rahim di dampingi penasihat hukumnya Aan Ramadhan memberikan keterangan usai pemeriksaan di Kantor Kejati NTB, Selasa (2/12). (susan/ntbnow.co)












