MATARAM (NTBNOW.CO)–Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) siap membatu pemerintah provinsi dalam penyelesaian sengketa lahan seluas 65 hektare bekas pengelolaan PT Gili Trawangan Indah (GTI) di kawasan Gili Trawangan, Lombok Utara.
Kepala Kejati NTB Wayudi mengaku, Pemprov NTB sudah membentuk tim satuan tugas (Satgas) satgas untuk penyelesaian sengketa tersebut dan Kejati NTB masuk dalam satgas tersebut.
“Iya kami ikut dalam satgas itu,
tentunya nanti akan bersama sama dengan anggota Satgas yang lain merumuskan dan menyelesaikan masalah permasalahan di Gili Trawangan,” katanya, Selasa 4/11 kemarin.
Disinggung soal enam poin sebagai bagian dari peran pendapat hukum dalam satgas tersebut? Wahyu menegaskan enam poin tersebut sudah dirumuskan jauh sebelumnya sebelum dirinya menjabat sebagai Kepala Kejati NTB.
“Itu jauh sebelumnya, tinggal nanti apakah masih relevan untuk di gunakan, nanti Satgas yang akan menilai, tata kelolanya akan seperti apa di gili Trawangan dari Pemprov,” ungkapnnya.
Wahyudi mengaskan, dalam satgas tersebut selain berperan merumuska perkara tersebut, Kejati NTB juga menangani dari sisi tindak pidana korupsi (Tipikor).
“Itulah di bentuk satgas, ini nanti satgas yang baru akan merumuskan seperti apa. Kalau kita kan menangani dari sisi Tipikornya,” tegasnya.
Sebelumnya, dari perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) muncul kerugian negara mencapai Rp 1,4 miliar dalam kasus dugaan korupsi lahan lahan seluas 65 hektare bekas pengelolaan PT Gili Trawangan Indah (GTI) itu
Kasus tersebut juga akan segara dilakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti (P21) ke Pengadilan.
Tiga terangka yakni IA 47 tahun swasta, AA 26 tahun swasta, MK 39 tahun Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov NTB di tetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Untuk diketahui Kejati NTB melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi lahan eks GTI berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati NTB Nomor: PRINT-08/N.2/Fd.1/09/2024, tanggal 10 September 2024 juncto Nomor: PRINT-08a/N.2/Fd.1/01/2025, tanggal 06 Januari 2025.
Persoalan penempatan lahan eks pengelolaan GTI ini pasca Pemprov NTB memutus kontrak kerja sama pemanfaatan lahan dengan perusahaan pada tahun 2021. Sejak pemutusan kontrak tersebut, lahan tersebut kembali menjadi milik Pemprov NTB dan statusnya Hak pengelolaan lahan (HPL).
Setelah itu Pemprov NTB membuka ruang bagi investor dan masyarakat untuk legalitas berupa Hak Guna Bagunan (HGB) dalam berusaha dengan kesepakatan membayar iuran sebesar Rp 15 juta per tahun.
Seiring berjalannya waktu, timbul gejolak antara masyarakat yang membuat kesepakatan kerja sama antara investor. Gejolak tersebut para investor mendapatkan HGB dari Pemprov NTB untuk membangun usaha dilahan GTI itu, namun dihadapkan dengan masyarakat yang sebelumnya berpatokan dengan kesepakatan kerja sama sebelum pemutusan kontrak Pemprov NTB dengan PT GTI. (can)












