MATARAM (NTBNOW.CO)– Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pembacaan dakwaan menyebut dua terdakwa Kompol Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Gede Aris Candra Widianto dalam kasus pembunuh Brigadir Muhammad Nurhadi sempat menghilangkan barang bukti.
JPU Ahmad Budi Mukhlish mengungkapkan, terdakwa Yogi dan Aris pada 18 April 2025 menghubungi kasat Reskim Polres Lombok Utara meminta barang bukti berupa video CCTV aktivitasnya di Tempat Kejadian Perkara (TKP) Villa Tekeq, Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB di hapus.
“Terdakwa Yogi meminta bukti video CCTV yang ada perempuan yang menjadi teman kencannya bernama Misri Puspita Sari itu hapus, karena takut diketahui oleh istrinya yang dikhawatirkan dalam memicu perceraian,” ungkap Jaksa Budi.
Kedua terdakwa melarang tim medis untuk mendokumentasikan jenazah, sehingga dengan adanya larangan tersebut medis tidak bisa membuat rekam medik sebagai data pelengkap dalam membuat surat kematian dari Klinik yang menangani.
” Penyebab kematiannyapun dibuat disebabkan kematian secara wajar tenggelam, meskipun terdapat beberapa luka fisik di tubuh korban, waktu kematianpun di catat mundur pada pukul 21.00 WIB seharusnya menggunakan WITA,” ujarnya.
Selanjutnya, Terdakwa Yogi melarang petugas patroli pada itu untuk melakukan identifikasi terhadap identitas korban. Dengan alasan pihaknya akan mengurus dan merekayasa seolah-olah korban bukan anggota polisi melainkan orang Jakarta.
Terdakwa melarang anggota patroli untuk masuk kedalam klinik dan pengecekan jenazah, sehingga anggota tersebut mengikuti perintah karena terdakwa merupakan anggota Paminal Bidpropam Polda NTB yang memiliki pengaruh kuat di Polda.
“Namun secara diam-diam anggota patroli tersebut melakukan oleh TKP namun tidak mendalam,” tutur Jaksa.
Selain itu, terdakwa Yogi dengan tersangka Misri (teman kencan) dengan sengaja menghapus semua data percakapan dan dan data call record terhadap handphone masing-masing dan termasuk handpone milik terdakwa Aris dan teman kencannya Maylani Putri yang di sewa dengan tarif Rp 5 juta serta menghapus data handpone miliki korban.
“Tujuannya menghilangkan barang bukti petunjuk yang dapat dipakai oleh penyidik untuk mempercepat pengungkapan sesuatu dengan tindak pidana,” imbuhnya.
Dalam pasal yang disangkaan yakni pasal 351 ayat 3 KUHP yang menyebutkan penganiayaan yang menyebabkan kematian, karena outopsi sebenernya telah di tolak oleh pihak keluarga korban.
Terdakwa Yogi beralibi kepada Kasat Reskim Polres Lombok Utara bawa korban Nurhadi meninggal karena salto hingga tenggelam di dasar kolam.
“Karena tidak berani di intervensi oleh anggota Bidpropam itu, maka kasus tersebut diserahkan lansung ke penyidik Reskrimum Polda NTB,” imbuhnya.
Atas perbuatannya, dua terdakwa Ipda Aris dan Kompol Yogi terancam dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, atau secara alternatif Pasal 354 ayat (2) tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian, serta Pasal 221 ayat (1) KUHP tentang upaya menghalangi proses penyidikan.
Untuk diketahui, pada Rabu 16 April 2025 malam, lima orang tersebut sedang berpesta di Vila Private sambil menikmati minuman keras, Pil Ekstasi dan obat penenang.
Lima orang yakni Kompol Made Yogi Purusa Utama bersama teman kencannya Misri Puspita Sari yang khusus didatangkan dari Jambi dengan tarif Rp 10 juta, Ipda Gede Aris Candra Widianto dengan teman kencannya Maylani Putri dengan tarif Rp 5 juta, dan korbannya Muhammad Nurhadi.
Tiga orang ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yakni terdakwa Yogi, Aris dan Misri (masih dalam penangguhan penahanan).
Pihak keluarga merasa janggal dengan kematian Brigadir Nurhadi, lantaran banyak ditemukan luka-luka yang tidak wajar di sekujur tubuh bahkan luka dibawah pipis yang terus menerus mengeluarkan darah.
Selanjutnya, kejanggalan juga muncul setalah pihak keluarga meminta ketarangan rekan-rekan yang berada ditempat yang sama juga berbeda-beda, karena itu pihak keluarga mempertegas penyebeb kematian Brigadir Nurhadi itu. (can)












