JAKARTA (NTBNOW.CO)– Proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung tengah menjadi sorotan terkait risiko beban fiskal dan ketergantungan teknologi asing. Melalui analisis mendalam menggunakan pendekatan 7P – 7i – 7R, Ichsanuddin Noorsy mengungkap berbagai tantangan dan solusi struktural untuk memulihkan kedaulatan ekonomi nasional.
Hasil audit menunjukkan proyek ini menggunakan pembiayaan utang luar negeri dengan risiko tinggi, didominasi teknologi dan kontraktor asing tanpa transfer nilai tambah ke dalam negeri, serta minim pengawasan publik dan DPR. Dampaknya, manfaat ekonomi lokal sangat terbatas, sementara beban fiskal dan risiko debt trap semakin meningkat.
Analisis juga menggambarkan mekanisme penetrasi modal global yang mengarah pada infrastruktur nasional ini sebagai pintu masuk dominasi asing. Biaya proyek yang membengkak dan inflasi akibatnya memperparah beban sosial-ekonomi masyarakat.
Sebagai solusi, Ichsanuddin mendorong reformulasi paradigma pembangunan yang berbasis kedaulatan nasional, rekonstruksi sistem pendanaan yang mandiri tanpa ketergantungan pinjaman luar, serta penguatan industri dan komponen lokal yang minimal mencapai 70%. Selain itu, distribusi manfaat ekonomi harus diperluas ke koperasi dan UMKM sebagai bagian dari pemerataan kesejahteraan.
Audit konstitusional independent yang melibatkan BPK, akademisi, dan masyarakat sipil dianggap krusial sebagai tahap awal pemulihan. Rekomendasi lain termasuk pembekuan sementara jaminan APBN dan revisi kontrak KCIC untuk mencegah kerugian negara serta memastikan transfer teknologi dan peningkatan lapangan kerja lokal.
Kesimpulannya, audit ini bukan sekadar pemeriksaan angka, tetapi momentum strategis mengembalikan keadilan sosial dan kedaulatan ekonomi sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Proyek KCIC harus menjadi pelajaran penting agar pembangunan infrastruktur Indonesia berjalan mandiri, adil, dan berkelanjutan. (aat)