Kasus  

Anggota DPRD NTB Ungkap Asal Usul “Uang Siluman” di Hadapan Jaksa

UANG SILUMAN: Anggota DPRD NTB, Abdul Rahim usai di periksa Penyidik Kejati NTB. (susan/ntbnow.co)

MATARAM (NTBNOW.CO) — Anggota Komisi IV DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), Abdul Rahim, secara terbuka membeberkan asal-usul dugaan “uang siluman” yang tengah diselidiki oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Hal itu ia sampaikan usai menjalani pemeriksaan penyidik di Kantor Kejati NTB, Selasa (14/10/2025).

Rahim menjelaskan, pada April 2025 ia dan sejumlah anggota dewan menerima tawaran program melalui By Name By Adress (BNBA). Program tersebut diklaim bertujuan membantu para anggota DPRD baru yang sudah reses namun belum memberikan manfaat konkret bagi masyarakat.

“Nilainya sekitar Rp 2 miliar kepada 38 anggota dewan baru,” ujar Rahim kepada awak media.

Menurutnya, secara aturan, anggota DPRD baru akan memperoleh pokok pikiran (pokir) dalam APBD Perubahan 2025. Namun, Rahim menegaskan program BNBA tersebut bukan merupakan pokir resmi DPRD.

Rahim menambahkan, setiap anggota dewan diminta mengusulkan 10 program dengan total anggaran Rp2 miliar atau sekitar Rp 200 juta per program.

“Itulah asal mula munculnya istilah ‘uang siluman’. Tapi kalau ditelusuri lebih jauh, ini bukan uang siluman, melainkan sudah masuk kategori gratifikasi,” ungkapnya.

Politisi yang akrab disapa Bram itu juga mengaku sempat ditawari untuk ikut serta dalam program tersebut, namun ia menolak karena tidak jelas asal-usul dananya.

“Tidak ada hujan, tidak ada angin, tiba-tiba ditawari uang. Karena sumbernya tidak jelas, saya tolak. Di situlah letak dugaan gratifikasinya,” tambahnya.

Sebelumnya, sejumlah anggota DPRD NTB telah diperiksa penyidik Kejati NTB, di antaranya Indra Jaya Usman, Abdul Rahim, Lalu Wirajaya (Wakil Ketua I), Yek Agil (Wakil Ketua II), Baiq Isvie Rupaeda (Ketua DPRD NTB), serta beberapa anggota lain seperti Nanik Suryatiningsih, Marga Harun, Ruhaiman, Hamdan Kasim, dan Ali Usman.

Sejumlah anggota dewan juga diketahui telah mengembalikan uang senilai Rp 1,85 miliar ke Kejati NTB. Uang tersebut kini menjadi alat bukti penting yang memperkuat jaksa untuk menaikkan status kasus ke tahap penyidikan.

Kasus ini terungkap setelah beredar informasi adanya bagi-bagi uang atau fee sebesar 15 persen dari total nilai program pokir Rp 2 miliar per anggota dewan, setara sekitar Rp 300 juta per orang.

Kejati NTB melakukan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Nomor: PRINT-09/N.2/Fd.1/07/2025 tertanggal 10 Juli 2025. (can)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *