13 Koperasi Tambang Rakyat di NTB Ajukan Izin Penambangan 

Kepala Bidang Minerba Dinas ESDM NTB : Iwan Setiawan. (susan/ntbnow.co)

MATARAM (NTBNOW.CO)–Sebanyak 13 koperasi tambang rakyat mengajukan izin penambangan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Koperasi tambang diwajibkan menyetor uang jaminan reklamasi untuk memastikan pengelolaan lingkungan pascatambang.

“Uang jaminan reklamasi itu masuk IPERA (Iuran Pertambangan Rakyat). Termasuk royalti dan landrent itu dijadikan satu dalam IPERA. Berapa jumlahnya, itu yang diatur dalam Perda Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah, sekarang sedang direvisi,” kata Kepala Bidang Minerba Dinas ESDM NTB Iwan Setiawan Senin 15/9.

Ia menyebutkan, ada tiga jenis biaya dalam pengelolaan pertambangan rakyat yang harus disetor diawal sesuai dokumen reklamasi. Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 174 Tahun 2024. Ketiganya masuk dalam IPERA, yaitu pengelolaan wilayah, pengelolaan pengusahaan dan pengelolaan lingkungan.

“Jadi ada tiga biaya disetor di awal berdasarkan dokumen reklamasi,” jelasnya.

Dia mengaku, sebanyak 13 koperasi pertambangan rakyat sedang dalam proses pengajuan perizinan lewat Online Single Submission (OSS). Tersebar di lima kabupaten di NTB yaitu Lombok Barat, Sumbawa, Sumbawa Barat dan Bima.

“Masih proses semuanya, belum izin operasi, karena ada persyaratan UKL UPL, izin lingkungan yang harus dipenuhi. Belum ada yang bisa menambang,” bebernya.

Iwan menjelaskan koperasi pertambangan rakyat wajib berada di lokasi yang sudah ditetapkan menjadi wilayah pertambangan rakyat (WPR). Satu WPR maksimal seluas 25 hektare. Sedangkan satu koperasi pertambangan rakyat maksimal mengelola 10 hektare.

“Jadi pengajuan untuk koperasi tambang maksimal 10 hektare, sedangkan pengajuan untuk perseorangan maksimal 5 hektare,” jelasnya.

Dia juga memastikan penerbitan izin pertambangan rakyat oleh Pemprov NTB sesuai Perpres Nomor 55 Tahun 2022 yang mengatur tentang lingkup kewenangan yang didelegasikan. Kewenangan untuk perizinan berusaha tambang batuan dan bukan logam serta IPR yang didelegasikan ke pemerintah daerah.

“Khusus IPR harus dalam WPR. Di dalam WPR, pengajuan WPR tidak boleh tumpang tindih dengan WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan). Kalau dia mengajukan di dalam WIUP, itu harus dilepas dulu IUP-nya,” imbuhnya. (can)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *