Hukum  

Walid Lombok Terangka Persetubuhan Santriwati Dilimpahkan ke Kejari Mataram 

PELIMPAHAN : Unit PPA Satreskrim Polresta Mataram saat menyerahkan terangka Ahmad Faisal ke Kejari Mataram. (ist)

MATARAM (NTBNOW.CO)–Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram melimpahkan tersangka kasus persetubuhan puluhan santriwati salah satu Pondok Pesantren, Gunung Sari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) Ahmad Faisal (AF) alias Walid Lombok ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram.

Kanit PPA Satreskrim Polresta Mataram Iptu Eko Prastya mengatakan pelimpahan tersangka dan barang bukti tahap dua tersebut setelah berkas perkara dinyatakan lengkap.

“Hari kami hari ini limpahkan terangka dan barang bukti ke Kejari Mataram,” katanya, Kamis 21/8.

Dia menyebutkan, kasus persetubuhan dan pencabulan tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1), (3), dan (5) jo. Pasal 76D, serta Pasal 82 ayat (1), (2), dan (4) jo. Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak, yang merujuk pada UU RI Nomor 35 Tahun 2014 jo. UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

“Ancamannya 15 tahun penjara,” ungkapnya.

Menurut Eko, pengusutan perkara dilakukan melalui dua berkas perkara, yakni dugaan persetubuhan dan dugaan pencabulan.

“Yang sudah tahap dua ini adalah dugaan persetubuhannya. Untuk dugaan pencabulan menyusul,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Harun membenarkan penerimaan berkas dan tersangka dari kepolisian.

“Tersangka kami langsung tahan di Lapas Kelas IIA Kuripan Lombok Barat selama 20 hari ke depan,” ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Joko Jumadi menyebut ada 22 orang perempuan yang tercatat menjadi korban oknum tersebut. Sebagian korban adalah alumni dari pondok itu.

“Ini bermula dari grup alumni, nonton Drama Walid kok sama ya, ustad tuan guru ini kok kek walid itu. Akhirnya korban speak up, sama-sama curhat di grup itu yang kemudian melapor ada 20 nama yang sudah masuk jadi korban, 7 yang sudah melapor,” katanya.

Ia menyebutkan, modus yang digunakan AF yakni  menjanjikan akan memberikan keberkatan di rahim korbanya supaya dapat melahirkan anak-anak yang menjadi seorang wali atau pemuka agama.

“10 korban yang sampai digauli, sisanya itu pencabulan,” sebutnya.

Dugaan pelecehan seksual itu terjadi sejak 2016 hingga 2023 dan dilakukan di tengah malam dalam area Ponpes.

“Jadi satu per satu diajak dalam ruangan itu, ada proses manipulasi psikologis, kejadiannya malam rata-rata di jam 1-2 dini hari,” beber Joko.

Korban rata-rata duduk di bangku satu Aliyah hingga kelas tiga Sanawiyah. “Yang banyak itu korban yang masih Aliyah yang lulus ditahun 2022-2023,” pungkasnya. (can).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *