MATARAM (NTBNOW.CO)– Aktivitas Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendesak pemerintah Pemprov NTB mencopot Zamroni Aziz selaku Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama NTB.
Ketua KSKS Joko Jumadi mengatakan, desakan itu berdasarkan kinerja Kakanwail yang dianggap gagal dalam pembinaan Pondok Pesantren (Ponpes).
“Izin Ponpes itu ada di kemenag maka pengawasan juga ada disana. Bagaimana izinnya ada di kemenag kemudian yang ngawasin Satpol PP kan agak aneh. Ini sebenarnya menunjukkan bahwa Kakanwil Kemenag NTB gagal untuk mengelola ponpes di NTB,” katanya, Rabu 24/4.
Ia menyebutkan, tugas kemenag itu membina ponpes, memperbaiki tata kelolanya, dan memperbaiki sistem pengawasannya, bukan lansung menutup yang bermasalah.
“Hari ini, Kemenag ingin melakukan pembekuan atau menutup Ponpes. Ini kan satu oknum,” ucapnya.
Menurut Joko, Kepala Kemenag NTB sudah terlalu sering membuat janji terakhir bulan Juli 2024 untuk membentuk Satgas Ponpes untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di ponpes melalui pelatihan dan edukasi terkait pencegahan dan penanganan tindak kekerasan.
Nantinya satgas melibatkan wali santri, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan instansi terkait, serta aparat penegak hukum, namun semuanya omong kosong,
“Seharusnya sikap tidak konsisten Kepala Kemenag NTB ini dievaluasi Bapak Menteri Kemenag RI untuk mencopotnya karena masalah kekerasan seksual adalah masalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang seharusnya ditangani secara serius, apalagi sebagian korbannya adalah usia anak,” tegasnya.
Selain itu, Pemerintah Provinsi NTB dalam hal ini Kepala DP3AP2KB NTB juga tidak memiliki komitmen kuat dan serius untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak di Ponpes. Meski Ponpes sebagian besar kewenangannya ada di Kemenag.
Namun bukan berarti Kepala DP3P2KB NTB acuh karena anak-anak yang menjadi korban adalah anak-anak NTB sebagai penentu masa depan NTB kedepannya.
“Sepertinya sikap acuh Kepala Dinas selama ini juga yang membuat Bapak Gubernur NTB berencana meleburkan Dinas P3AP2KB ke Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan karena dianggap tidak maksimal dalam berkontribusi untuk memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak,” cetusnya.
Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenag NTB, Zamroni Aziz mengaku kasus ponpes di Lobar sangat mencoreng institusi lembaga pendidikan di NTB.
Menurutnya, pihaknya sudah melaksanakan secara maksimal fungsi pengawas kemenag. Hampir setiap tahun ada khalaqah yang mengundang seluruh pimpinan ponpes menghadirkan semua elemen dan stakeholder yang ada termasuk pemerhati anak, Polda, dan Kemenag untuk mengumpulkan seluruh pimpinan ponpes untuk menyampaikan penyuluhan-penyuluhan bagaimana layanan terbaik. Termasuk layanan untuk anak-anak santri di masing-masing ponpes.
“Kami akan mempertegas, kami juga meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk bertindak tegas. Kalau memang yang bersangkutan sudah terbukti melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Termasuk juga di dalamnya kami evaluasi ponpes nya. Karena nanti ada sanksi yang kami laksanakan sesuai regulasi yang ada,” ucapnya.
Zamroni juga akan segara turun termasuk dengan stakeholder yang ada. “Sebenarnya sudah buat Satgas di tingkat kabupaten/kota. Di dalamnya semua elemen ada termasuk Kemenag kabupaten/kota, forum ponpes dan pemerhati anak dan APH,” katanya.
Menurutnya, Kemenag NTB enggan terlalu jauh ikut campur karena persoalan ini merupakan oknum. “Kami tidak bisa kita terlalu jauh masuk ke dalamnya. Karena ponpes itu lembaga swasta. Tentu juga punya batasan bisa masuk dalam pengelolaan ponpes. Hanya bisa kita tekan. Bagaimana kurikulum pembelajaran,” pungkasnya. (can)
Keterangan Foto:
Ketua KSKS NTB, Joko Jumadi. (susan/ntbnow.co)