Kehilangan Teman, Nelayan Itu Menyerah? 

Derita Nelayan di Musim Angin Barat (5)

Hari-hari berlalu. Ramli tidak lagi ke pantai. Ia hanya duduk di depan rumah, menatap kosong ke arah laut.

Warga desa mulai berbisik-bisik.

“Ramli tak akan melaut lagi.”

“Dia trauma setelah kehilangan Salim.”

“Bagaimana dia akan menghidupi keluarganya?”

Siti mengerti apa yang dirasakan suaminya, tetapi ia tahu mereka harus tetap hidup.

“Bang,” ucapnya suatu malam. “Aku tahu kau sedih, tapi kita harus bangkit. Kita tidak bisa hanya diam dan menunggu.”

Ramli tetap diam.

“Anak-anak butuh makan. Jika kau tak bisa melaut, mungkin kita bisa mencoba sesuatu yang lain.”

Ramli menatap istrinya. “Apa maksudmu?”

“Kita bisa membuka warung kecil. Menjual kebutuhan nelayan, seperti alat pancing atau garam. Aku bisa memasak dan menjual makanan di pagi hari.”

Ramli menghela napas. Ia masih sulit menerima kenyataan, tetapi ia tahu Siti benar.

Esoknya, ia pergi ke pantai, bukan untuk melaut, tetapi untuk berbicara dengan nelayan lain. Beberapa dari mereka juga mulai ragu melaut di musim angin barat. Mereka berbagi cerita, berbagi ketakutan.

Dan di sana, Ramli menemukan sesuatu—semangat baru. (bersambung)

Cerbung ini dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan

Ilustrasi: internet