Awan Makin Tebal, Dihantam Badai di Tengah Laut

Derita Nelayan di Musim Angin Barat (2)

Perahu kecil itu mulai bergerak, terombang-ambing di antara gelombang. Ramli menggenggam kemudi erat-erat, sementara Salim duduk di buritan, bersiap dengan jaringnya.

Di langit, awan semakin tebal. Angin bertiup semakin kencang, membuat tubuh mereka menggigil meski matahari masih bersembunyi di balik awan.

“Ini gila, Ram! Kita bisa mati di sini!” seru Salim saat perahu mereka terguncang oleh gelombang besar.

Ramli tetap diam, fokus menatap lautan. Ia tahu ini berbahaya, tetapi ia juga tahu bahwa di musim angin barat, ikan cenderung berkumpul di perairan yang lebih tenang di antara gelombang. Jika mereka beruntung, mereka bisa mendapatkan tangkapan besar.

“Ayo, lempar jaring!” perintah Ramli saat mereka mencapai titik yang ia yakini penuh ikan.

Salim melempar jaring dengan tenaga penuh. Mereka menunggu beberapa menit, berharap jaring itu penuh dengan ikan.

Namun, saat Salim menariknya kembali, wajahnya langsung pucat.

“Ram, ini bukan ikan…”

Ramli menatap isi jaring itu. Yang tersangkut hanyalah sampah plastik, potongan kayu, dan rumput laut yang terseret arus. Tidak ada satu ekor ikan pun.

Kekecewaan melanda mereka, tetapi sebelum sempat berpikir ulang, sebuah gelombang besar datang menghantam perahu mereka.

Salim terlempar ke samping, nyaris jatuh ke laut. Ramli bergegas meraih lengannya, menariknya kembali ke dalam perahu.

“Lim, kita harus kembali sekarang!” teriak Ramli.

Namun, sebelum mereka sempat berbalik arah, gelombang lain datang—lebih besar dari sebelumnya. Perahu mereka miring tajam. Air mulai masuk ke dalam perahu, membuatnya semakin berat.

Dan di tengah kepanikan itu, Ramli menyadari satu hal: mereka tak punya cukup waktu untuk melarikan diri dari badai ini. (bersambung)

Cerbung ini dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan