Hukum  

LSM FPPK-PS Laporkan Kinerja Hakim Pengadilan Negeri Sumbawa ke Komisi Yudisial

Ketua LSM Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (FPPK-PS), Abdul Hatap, mendatangi Komisi Yudisial (KY) untuk melaporkan kinerja hakim Pengadilan Negeri Sumbawa terkait ketimpangan putusan kasus perdata tanah antara Ali BD dan Sri Marjuni Gaeta. Langkah ini diambil setelah Hatap merasa tidak puas hanya melaporkan kasus tersebut ke Kementerian ATR. Pertemuan tersebut berlangsung pada Senin, 21 Oktober 2024.

Abdul Hatap mengungkapkan bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri Sumbawa tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang diajukan oleh pihak tergugat, yaitu Sri Marjuni Gaeta. Menurutnya, sikap ini menciptakan persepsi negatif mengenai kinerja hakim dalam menegakkan keadilan.

“Jika kinerja dan integritas hakim tidak mencerminkan keadilan, kepada siapa lagi rakyat harus mengadu?” ujar Hatap.

Ia menekankan bahwa hakim sebagai wakil Tuhan seharusnya menegakkan hukum di atas segala kepentingan.

Hatap juga menyebutkan bahwa meskipun sudah ada Badan Cyber Mafia Tanah, keserakahan terhadap tanah masih marak. Kasus ini terkait dengan penyimpangan sertifikat tanah nomor 507 dan 511 tahun 1983 atas nama Sangka Suci, yang mencakup luas sekitar 10 hektar.

Permasalahan bermula ketika Ali BD mengklaim sertifikat tanah nomor 507 dan 511 yang berada di bawah penguasaan Sri Marjuni Gaeta, yang memiliki beberapa sertifikat tanah, termasuk SHM 1180 dan SHM lainnya. Berdasarkan hasil rekonstruksi yang dipublikasikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumbawa, batas-batas tanah tersebut menunjukkan bahwa tanah yang dikuasai oleh Gaeta berbatasan dengan laut di sebelah barat dan tanah negara di sebelah utara.

Namun, uniknya, BPN Sumbawa tidak menemukan warkah atau titik koordinat terkait buku tanah nomor 507 dan 511 atas nama Sangka Suci. Hatap menduga adanya keterlibatan oknum mafia tanah dalam tubuh ATR/BPN di Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya di Kabupaten Sumbawa.

FPPK-PS mendesak Kementerian ATR/BPN untuk segera melakukan rekonstruksi batas-batas tanah sertifikat 507 dan 511 guna menyelesaikan konflik yang terjadi. Hatap juga menuntut agar Kementerian ATR/BPN menegakkan asas keadilan, transparansi, dan profesionalisme dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat yang memiliki hak tanah sah.

“FPPK-PS selalu konsisten dalam mengawal kasus-kasus pertanahan di NTB bersama Integritas Transformasi Kebijakan,” tegasnya usai melaporkan kinerja hakim di Komisi Yudisial, Jakarta. (red)