In Memoriam: Bahagia Gantoe, Pendidik yang Tidak Pernah Puas Belajar

DUNIA pendidikan kehilangan sosok pendidik yang gigih memperdalam ilmu pendidikan, dan gemar berdiskusi.

Namanya Bahagia Gantoe. Kiprahnya di dunia pendidikan terlihat dari perjalanan hidupnya yang gigih, dan punya karakter kuat sebagai pendidik.

Antara pendidikan yang ia tempuh dan kariernya sejalan, linier, sehingga kedalaman dan keluasan ilmunya di bidang pendidikan tidak diragunkan.

Ketika bersekolah di sekolah lanjutan tingkat atas, dia sudah memilih Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di Bireun (Aceh) dan lulus tahun 1977. Kemudian ia mengajar Sekolah Dasar Negeri (SDN). Pernah ia mengajar di SDN 14 dan SDN 8 di Kota Tangerang.

Sambil bekerja sebagai guru, ia belajar pendidikan dan mendapat gelajar BA di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah Jakarta. Ilmunya diperdalam lagi di IKIP Negeri Jakarta sampai mendapat gelar DRS.

Kemudian ia memperdalam lagi ilmu pendidikan di S2 (Magister) di Universitas Muhammadiyah Jakarta dan S3 (doktor) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

“Itung-itung saya ikut pengajian agama,” kata Bahagia ketika menceritakan pada saya alasan mengapa belajar psikologi pendidikan Islam di UIN Syarif Hidayatullah.

Bagia, demikian panggilan akrabnya, dalam mendalami ilmu pendidikan, seperti tidak ada puasnya. Selain menempuh pendidikan formal juga terlibat diskusi-diskusi yang membahas tentang dunia pendidikan dan ilmu-ilmu sosial.

Terakhir bersama kawan-kawannya, antara lain Dr HM Harry Mulya Zein, dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) mendirikan Forum Senja, untuk tempat berdiskusi.

“Pak Bahagia, orangnya baik, lurus-lurus saja, dan suka berdiskusi. Terakhir mengajak saya untuk bertemu lagi untuk diskusi,” kata Harry Mulya Zein sehari setelah kepergian Bahagia menghadap sang Pencipta.

Puncak kariernya sebagai praktisi pendidikan ketika ia mendapat kepercayaan sebagai kepala bidang di Dinas Pendidikan Provinsi Aceh.

Istilahnya ia bisa pulang kampung, dan sempat menyapa kawan-kawannya di Aceh yang lama tidak jumpa.

Bahagia Gantoe bin Gantoe, putra kelahiran Tringgadeng, Provinsi Aceh, 17 Agustus 1958. Dia bangga dengan identitas Aceh.

Setiap memperkenalkan diri, ia menyebut dirinya berasal dari Aceh.

Logat bicaranya masih kental dengan bahasa dimana ia dilahirkan. Postur tubuhnya tinggi besar, brewok seperti orang India.

Berkali-kali ia mengatakan pada saya bahwa dirinya adalah orang pendidikan. Dunia pendidikan adalah rumahnya, dan psikologi pendidikan adalah kamarnya.

Kalau diajak berbicara atau diskusi, isi pembicaraannya selalu terkait pendidikan. Segala hal yang menyangkut proses mencerdaskan anak bangsa Indonesia.

Terakhir ia menggagas penelitian pendidikan tentang pengaruh pindahnya Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) ke Kalimantan.

Bahagia ingin membuka apa beda kondisi pendidikan di wilayah ibu kota negara dan yang di luar ibu kota negara. Apa pengaruh kuasa pemerintah pusat terhadap pendidikan di mana ibu kota pusat itu berada. Itu yang akan dicari jawabnya.

Gagasan itu beberapa kali disampaikan kawan-kawan diskusinya di Forum Senja yang diketuai oleh Dr HM Harry Mulya Zein.

Bahagia Gantoe meninggal Selasa, 26 November 2024 sekitar pukul 10.00 setelah ia bermain pingpong di dekat rumahnya.

Ketika duduk untuk istirahat, ia duduk terkuali, lalu dibawa ke rumah sakit terdekat. Dan, saat itu ia sudah tidak bernyawa.

Dari rumahnya di Cluster Cipondoh, Kota Tangerang, jenazahnya dibawa ke Tempat Pemakaman Umum Selapajangjaya untuk dimakamkan.

Almarhum meninggalkan seorang istri bernama Hj Kartini dan tiga anak, yakni Ahmad Asqa, Ayesha Balqis, dan Afiza Sheba.

Selamat jalan Pak Bahagia. Doa kami, kawan-kawan dan murid-muridmu mengiringi kepergianmu menuju tempat yang membahagiakan di sisi Allah. (Mohammad Nasir)

Keterangan Foto:

Bahagia Gantoe (alm). (Foto: istimewa)