Mantan Menteri Bahas Masa Depan Pariwisata Indonesia

Para mantan menteri bicara masa depan pariwisata. Foto: abdus syukur

JAKARTA (NTBNOW) –Sejumlah mantan Menteri Pariwisata Indonesia berkumpul di Swissotel Hotel Pantai Indah Kapuk, Jumat (4/10). Ada apa dengan mereka?

Para tokoh pariwisata itu mendiskusikan masa depan industri pariwisata nasional. Beberapa tokoh besar yang hadir dalam diskusi bertajuk Top Tourism Leader Forum tersebut, di antara nya Mantan Menteri Pariwisata dan Budaya Jero Wacik, Arif Yahya (Menteri Pariwisata 2014-2019), Abdul Latief (Menteri Pariwisata 1998), Mari Pangestu, Hariadi Sukamdani (Ketua Umum BIPI), Windu Wiryati, Sapta Nirmanda, dan para deputi kementerian terkait.

Budi Tirta yang juga SC WITF turut memberikan pandangan strategisnya mengenai arah pengembangan pariwisata Indonesia.

Salah satu poin utama yang disampaikan dalam diskusi ini urgensi untuk memiliki rencana jangka panjang bagi pengembangan sektor pariwisata Indonesia.

Abdul Latief, yang menjabat Menteri Pariwisata selama 67 hari pada tahun 1998, mengingatkan pentingnya rencana induk atau master plan untuk sektor pariwisata. “Dulu, setiap menteri mengikuti pedoman yang tertuang dalam GBHN. Sehingga kita tahu dengan jelas apa yang harus dilakukan. Pariwisata Indonesia saat itu memiliki master plan yang terarah. Namun, saat ini kita tidak memiliki rencana yang jelas untuk pariwisata jangka panjang, terutama untuk 100 tahun ke depan,” ungkap Latief.

Ia menekankan tanpa rencana yang terarah, perkembangan pariwisata Indonesia bisa berjalan tidak terkendali dan kurang fokus. “Kita harus menyusun konsep dan tahu ke mana arah pariwisata kita. Jika tidak, semuanya akan berjalan acak-acakan. Bali, misalnya, sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kelebihan kapasitas, dan kita harus segera menentukan segmen pasar yang tepat serta arah pengembangan yang sesuai.”

Latief juga memberikan contoh bagaimana negara-negara lain. Seperti Singapura, telah berhasil merancang rencana jangka panjang untuk sektor pariwisatanya. Singapura memiliki strategi pariwisata yang jelas dan terarah, yang mencakup berbagai aspek penting, mulai dari legalitas hingga dukungan perbankan. “Setiap lima tahun, mereka menetapkan target yang terukur, dan kita harus belajar dari keberhasilan mereka. Indonesia harus memiliki target lima tahunan yang jelas untuk memaksimalkan potensi pariwisata kita,” tambah Latief.

Dalam diskusi tersebut, juga disoroti bahwa sektor pariwisata memiliki peran penting dalam menyerap tenaga kerja. Dengan tingkat pengangguran di Indonesia yang mencapai 6 persen, pariwisata dapat menjadi solusi untuk mengurangi angka pengangguran dan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak.

“Pariwisata adalah sektor yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Oleh karena itu, kita perlu duduk bersama-sama untuk merancang rencana yang tepat agar sektor ini bisa berkembang lebih pesat dan memberikan dampak positif bagi perekonomian,” tegas Latief.

Diskusi ini juga menyinggung berbagai tantangan yang dihadapi sektor pariwisata Indonesia, termasuk dampak perubahan global, persaingan antarnegara, serta keterbatasan infrastruktur di beberapa destinasi wisata. Para peserta diskusi sepakat bahwa untuk menghadapi tantangan tersebut, Indonesia perlu menyusun rencana yang komprehensif dan berkelanjutan.

Abdul Latief menyatakan bahwa sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memajukan pariwisata Indonesia. “Kita perlu duduk bersama, merancang rencana jangka panjang yang melibatkan semua pihak, termasuk aspek regulasi, infrastruktur, promosi, dan pengembangan sumber daya manusia. Dengan demikian, kita bisa memastikan bahwa pariwisata Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional,” ujarnya.

Ketua BPPD NTB, Sahlan M Saleh sependapat dengan Abdul Latief bahwa pembangunan pariwisata belum terarah. “Benar kata pak Latief, masa depan pariwisata belum jelas karena renstranya belum jelas juga,” katanya.

Masa depan pariwisata Indonesia sangat bergantung pada perencanaan yang matang dan kolaborasi antara semua pemangku kepentingan. Tanpa rencana yang jelas dan komprehensif, Indonesia berisiko kehilangan kesempatan untuk memaksimalkan potensi pariwisatanya di pasar global. Oleh karena itu, para peserta diskusi berharap pemerintah dapat segera menyusun master plan yang fokus pada pengembangan jangka panjang sektor ini, demi kemajuan pariwisata yang berkelanjutan.

Dengan demikian, pertemuan ini diharapkan menjadi titik awal bagi pembahasan lebih lanjut mengenai masa depan pariwisata Indonesia, yang mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Sementara itu, Jero Wacik dan Mari Pangestu, tokoh penting dalam pembangunan sektor pariwisata Indonesia. Jero Wacik menjelaskan selama menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, banyak berkontribusi pada pengembangan destinasi wisata seperti Lombok dan Belitung serta peluncuran branding Wonderful Indonesia.

Setelah itu, Mari Pangestu yang menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 2011, melanjutkan program-program yang telah dirintis Jero Wacik, termasuk pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Namun sayangnya kata Mari yang menikmati anggaran Rp 5 Triliun menteri selanjutnya, Arif Yahya. (red)